Darusy Syahadah-Dalam kehidupan pesantren yang kental dengan nilai-nilai keilmuan, kaderisasi ulama menjadi tonggak utama yang mestinya senantiasa untuk dijaga dan dirawat.
Ini bukan sekadar soal mencetak ulama saja, akan tetapi juga memastikan bahwa setiap generasi ulama yang muncul memiliki kualitas dan relevansi yang kuat dengan tuntutan serta kebutuhan umat.
Pembahasan tentang pendidikan kader ulama tentu tidak bisa terlepas dari pembahasan tentang institusi Pendidikan Pesantren yang merupakan cikal bakal kemunculannya. Sebab di dalam rahim pesantren lah embrio ulama dikandung dan dari kandungan tersebut janin ulama dilahirkan.
Dalam catatan sejarah, pesantren telah mampu melahirkan ulama dan kyai besar yang mempengaruhi corak pemikiran Islam dan pendidikan di Indonesia, seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Musthofa Bisri, KH. Ahmad As-Surkati, dan masih banyak lagi.
Meski demikian, hari ini pesantren sedang dihadapkan dengan tiga tantangan yang cukup krusial.
Pertama, kelangkaan ulama yang semakin terasa. Kedua, bagaimana pesantren mampu menjembatani umat dalam menghadapi modernitas, membangun kekebalan spiritual serta intelektual. Ketiga, menjaga esensi keumatan, kebangsaan, dan keterkaitan dengan masyarakat sekitar.
Demi menjawab tiga tantangan tersebut, sudah banyak lembaga pendidikan berbasis pesantren yang menerapkan sistem kaderisasi dengan pendekatan mulazamah.
Pendidikan ini menekankan pada penggabungan antara pemahaman agama yang mendalam dan mendasar dengan peran serta keterlibatan aktif dalam pelayanan masyarakat.
Penuntutan ilmu dengan metode ini bukanlah jalan yang mudah sebab diperlukan ketekunan dan semangat yang tiada henti untuk menjalaninya.
Cara pengajaran dalam sistem mulazamah memiliki berbagai variasi. Di antaranya seperti sorogan, di mana murid mengoreksi bacaan dan pemahamannya kepada guru, serta bandongan, di mana guru memberikan penjelasan dan murid menyerap ilmu dari penjelasan tersebut.
Kelebihan sistem ini terletak pada fokus pengajaran yang individual, mampu menyesuaikan dengan kemampuan peserta didik, serta memberikan koreksi pemahaman secara personal. Namun, ada juga kekurangan seperti monoton dan kurangnya kedalaman dalam ilmu-ilmu sosial, ekonomi, dan eksak yang tidak tercakup dalam fokus ilmu syar’i.
Ala kulli hal, kuncinya adalah terus belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Seseorang perlu berkontribusi dalam bentuk apapun dan terus menjadi pencari ilmu. Tidak ada batas untuk belajar, baik dari yang muda maupun yang lebih berpengalaman. Hanya dengan begitu, kaderisasi ulama akan tetap relevan dan berkualitas sesuai dengan kebutuhan zaman.
Catatan tersebut, merupakan sedikit simpulan dari kajian Bedah Disertasi dengan judul “Model Pendidikan Kader Ulama Berbasis Mulazamah” yang diadakan Ma’had Aly Darusy Syahadah pada Rabu, 22 November 2023 lalu.
Disertasi ini merupakan karya tulis Dr. KH. Mustaqim Safar, M. Pd., yang telah berhasil menyelesaikan studi doktoralnya (S3) di Bidang Pendidikan Agama Islam dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dengan predikat nilai A yang membanggakan.
Dalam kesempatan bedah disertasi tersebut, ketua Yayasan Yasmin Surakarta ini tak hanya mempresentasikan disertasinya di depan mahasantri, tetapi juga para asatidzah di Ponpes Islam Darusy Syahadah.
Diskusi yang diadakan menjadi ajang berharga bagi para hadirin untuk berkontribusi dan memberikan pandangan serta kritik yang membangun terhadap gagasan yang disampaikan.
Dialog yang terjadi pun tak hanya berkutat pada materi disertasi, namun juga meluas ke perbincangan tentang model pendidikan mulazamah itu sendiri. Melalui kegiatan bedah disertasi ini, terbentuklah ruang yang kaya akan pemikiran dan diskusi yang produktif.
Antusiasme dan kontribusi aktif para peserta serta kesediaan Dr. KH. Mustaqim Safar, M. Pd. untuk menerima masukan dan kritikan, menjadikan bedah disertasi ini sebagai momentum berharga dalam mengembangkan wawasan dan pengetahuan di bidang pendidikan agama Islam.
Silakan menyimak kajian selengkapnya di sini.