Rasanya tidak ada satupun orang tua di dunia ini yang tak ingin dikaruniai anak-anak yang sholeh dan sholehah. Anak yang senantiasa menjadi penyejuk mata, berbakti kepada orang tua, demikian juga kepada Rabb-Nya. Namun sayang, keinginan yang besar ini terkadang tidak diimbangi dengan keshalihan orang tua. Keinginan ini pun hanya menjadi cita-cita semu yang tak akan pernah diraih. Ibarat pepatah yang mengatakan;
تَرْجُو النَّجَاةَ وَلَمْ تَسْلُكُ مَسَالِكَهَا ……….. أَنَّ السَّفِيْنَةَ لَا تَجْرِي عَلَي اْليَبَسِ
“Anda mengharapkan kesuksesan, namun Anda tidak menempuh jalan yang semestinya. Sesungguhnya kapal laut itu tidaklah berjalan di atas daratan”
Maka, bagaimana mungkin kapal laut yang lewat darat akan sampai tujuannya? Padahal kapal laut tidak akan mungkin bisa berlayar tanpa lautan. Begitu pula, orang tua yang tidak shaleh, bagaiamana mungkin keturunanya akan menjadi shaleh dan shalehah kalau dirinya sendiri tidak shaleh.
Barangkali kita sering mendengarkan ungkapan dari banyak orang tua, “Nak jadillah kamu anak yang baik ya, jangan seperti bapak.” Ungkapan seperti ini sebenarnya adalah ungkapan kesadaran dari orang tua akan kesalahan dan kekuranganya. Ungkapan seperti ini alangkah lebih baiknya kalau diimbangi dengan upaya perbaikan diri, bukan malah pasrah dengan keadaan. Ibarat sebuah lirik lagu, “Terlanjut basah, ya sudah mandi sekalian.” Ungkapan seperti ini tentu akan semakin mempersulit dan menutup jalan kebaikan, karena dengan begitu tidak ada upaya untuk memperbaiki keadaan. Karena itu jika orang tua mengharap keshalihan anak, maka jadilah orang tua shaleh yang selalu memperbaiki kedekatanya kepada Rabb-Nya.
Modal Utama Mendidik Anak
Sesungguhnya modal utama untuk mendidik anak adalah keshalihan orang tua itu sendiri. Jika ingin anak kita shalih. Maka kita wajib menjadi orang tua yang shalih, karena amalan orang tua sangatlah berpengaruh pada keshalihan anak. Bagaimana tidak, setiap kali anak melihat orang tuanya melaksanakan ketaatan dan kebaikan maka akan terpatri dalam dirinya sebuah keteladan yang baik.
Kita semua tahu bahwa anak adalah pencontoh ulung! Jika kebaikan yang selalu dilihatnya, maka secara otomatis dengan izin Allah, anak akan mudah mengikutinya. Sebaliknya, anak yang biasa menyaksikan perbuatan-perbuatan mungkar yang dilakukan orang tuanya akan terbiasa dengan hal itu dan dia pun akan mencontoh perbuatan mungkar itu pula. Wal ‘iyadzu billah!
Allah swt telah memerintahkan kepada kedua orang tua yang khawatir terhadap masa depan anak-anaknya agar selalu bertakwa, beramal shalih, beramar ma’ruf nahi mungkar, dan berbagai macam amal ketaatan lainnya. Sehingga dengan amalan-amalan itu, Allah akan menjaga anak cucunya. Allah berfirman,
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدً
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (An Nisa: 9)
Sehingga dari itu semua, cara yang paling tepat untuk meluruskan anak-anak harus dimulai dengan melakukan perubahan sikap dan perilaku dari kedua orang tua. Kita harus menanamkan komitmen dan berpegang teguh terhadap syariat Allah pada diri kita dan anak-anak. Serta kita harus senantiasa berbuat baik kepada orangtua kita serta menjauhi sikap durhaka kepadanya, agar anak-anak kita nantinya menjadi anak yang berbakti, selamat dari dosa durhaka kepada kedua orang tua dan murka Allah swt. Karena anak-anak saat ini adalah orang tua dimasa yang akan datang dan suatu ketika ia akan merasakan hal yang sama ketika menginjak masa tua
Selanjutnya, hal yang tidak boleh kita lupakan adalah senantiasa berdoa, mengharap pertolongan kepada Allah swt dalam mendidik anak-anak kita, janganlah kita sombong terhadap kemampuan yang kita miliki. Karena hidayah itu berada ditangan Allah swt dan Allahlah yang membolak balikkan hati hamba-hamba-Nya.
Barakah Keshalihan Orang Tua Bagi Keturunanya
Pertama: Allah Menjaga Keturunan Orang Tua Shalih
Keshalihan orang tua akan menjadi jaminan Allah swt dalam menjaga keturunanya. Hal ini tercermin dalam kisah yang terabadikan dalam Al-Qur`an, tatkala Nabiyullah Musa as bersama Nabiyullah Khidhir as mendatangi suatu daerah dan meminta penduduknya agar menjamu mereka. Namun penduduk di daerah itu menolak. Lalu mereka berdua mendapati di situ ada sebuah dinding yang miring hampir roboh. Nabi Khidhir as pun memperbaikinya hingga membuat Nabi Musa as keheranan dan mengatakan, “Seandainya engkau mau, engkau bisa meminta upah dari mereka.”
Inilah jawaban dari Allah swt kepada Musa as atas peristiwa yang mengherankan itu;
وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ذَٰلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا
“Adapun dinding itu milik dua orang anak yatim di kota ini dan di bawahnya tersimpan harta milik mereka berdua, sementara ayah mereka adalah seorang yang shalih. Maka Rabbmu menghendaki mereka berdua mencapai usia dewasa dan mengeluarkan harta simpanan itu sebagai rahmat dari Rabbmu.” (Al-Kahfi: 82)
Dalam menafsirkan firman Allah, “Dan kedua orang tuanya adalah orang shalih” Ibnu Katsir berkata: “Ayat diatas menjadi dalil bahwa keshalihan seseorang berpengaruh kepada anak cucunya di dunia dan akhirat, berkat ketaatannya dan syafaatnya kepada mereka maka mereka terangkat derajatnya di surga agar kedua orangtuanya senang dan berbahagia sebagaimana yang yang telah dijelaskan dalam Al Qur’an dan as sunnah.”
Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Abdurrahman As’sa’di dalam tafsirnya, ”Keadaan kedua anak yatim itu menimbulkan perasaan iba dan kasih sayang terhadap mereka, karena mereka adalah dua orang anak kecil yang tak memiliki ayah. Maka Allah swt menjaga mereka berdua karena kebaikan ayah mereka.”(Taisirul Karimir Rahman, hal. 483)
Kedua: Pujian Terhadap Keturunanya
Selain itu pula, amalan shalih orang tua akan membuahkan pujian orang terhadap si anak. Apabila orang memuji dan menyebut-nyebut kebaikan yang dilakukan orang tua di hadapan si anak, anak pun akan besar jiwanya dan termotivasi untuk turut melakukan perbuatan-perbuatan yang baik.
Sesungguhnya Allah swt mengingatkan anak-anak dengan kebaikan orang tua untuk menganjurkan mereka supaya beriman, bersyukur dan beramal shalih. Allah swt berfirman;
ذُرِّيَّةَ مَنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُورًا
“(yaitu) anak cucu dari orang-orang yang Kami bawa bersama-sama Nuh. Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur.” (QS. Al-Isra’:3)
Artinya, wahai anak keturunan orang-orang beriman yang naik perahu bersama nabi Nuh, bapak-bapak kalian adalah orang-orang beriman, sebab tidak naik perahu bersama Nuh kecuali orang yang memiliki iman. Ingatlah terhadap syukurnya karena dia adalah hamba yang banyak bersyukur. Maka jadilah kalian seperti bapak-bapak kalian yang shalih.
Ketiga: Kebaikan Dunia dan Akherat Kepada Keturunanya
Keshalihan orang tua akan berbanding lurus dengan kebaikan yang akan didapat oleh seorang anak. Kebaikan itu tak hanya di dunia, bahkan di akhirat pun anak akan menuai kebaikan karena keshalihan orang tuanya. Demikian yang difirmankan Allah swt:
وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ
“Dan orang-orang yang beriman dan yang anak keturunan mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, akan Kami pertemukan anak keturunan mereka itu dengan mereka dan Kami tidak mengurangi pahala amalan mereka sedikit pun. Setiap orang terikat dengan apa yang diusahakannya.” (QS. Ath-Thur: 21)
Dalam firman-Nya ini Allah swt mengabarkan tentang keutamaan-Nya, kedermawanan-Nya, anugerah-Nya, kelembutan-Nya terhadap makhluk-makhluk-Nya serta kebaikan-Nya, bahwa orang-orang yang beriman apabila anak keturunan mereka mengikuti mereka dalam keimanan, maka Allah swt akan mempertemukan anak keturunan itu dengan ayah mereka yang shalih, walaupun amalan anak keturunan itu tidak bisa menyamai amalan ayah mereka, untuk menyenangkan hati ayah mereka dengan adanya anak keturunan itu di sisinya. Maka Allah swt menghimpun mereka dalam bentuk yang paling baik, dengan mengangkat derajat orang yang kurang sempurna amalannya di sisi orang yang sempurna amalannya, tanpa mengurangi pahala amalan dan derajat orang yang sempurna amalannya tersebut. (Tafsir Ibnu Katsir, 7/332)
Demikian pulalah doa para malaikat yang memikul ‘Arsy dan para malaikat yang di sekeliling ‘Arsy bagi orang-orang yang beriman:
رَبَّنَا وَأَدْخِلْهُمْ جَنَّاتِ عَدْنٍ الَّتِي وَعَدْتَهُمْ وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آَبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Wahai Rabb kami, masukkanlah mereka ke dalam surga `Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka beserta orang-orang yang shalih dari kalangan ayah-ayah mereka, istri-istri mereka dan anak-anak mereka.” (QS. Ghafir: 8)
Para malaikat itu memohon, kumpulkan-lah di antara mereka untuk menyenangkan hati mereka dengan mempertemukan mereka pada tempat-tempat yang berdampingan. (Tafsir Ibnu Katsir, 7/98)
Dengan begitu, layaklah kiranya setiap orang tua mempersiapkan segala amalan shalih yang tak hanya membawa kebaikan bagi dirinya. Namun lebih dari itu, kebaikan itu pun akan merambah pada anak keturunannya di dunia dan di akhirat.
Ditulis oleh: Ust. Ahsanul Huda