Setiap orang tentu menyadari betapa pendeknya hidup ini. Semua orang sadar bahwa dunia tak abadi dan pasti akan sirna. Semua orang juga menyadari bahwa kematian setiap saat bisa saja menyambanginya. Hanya saja kesadaran bahwa dunia ini fana ternyata tak menghasilkan aksi yang sama. Dengan kesadaran itu para penyembah dunia justru berpikir bagaimana mengeruk dunia sepuas-puasnya. Lihat bagaimana rakusnya Qarun dengan harta kekayaan, sampai-sampai kunci gudang kekayaannya harus diangkat oleh sejumlah pria perkasa. Lihat pula bagaimana Fir’aun begitu bernafsu berkuasa bahkan mengaku-ngaku tuhan, padahal dia tahu bahwa Musa Alaihis Sallam itu benar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman menjelaskan bagaimana keadaan Fir’aun dan bala tentaranya :
وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا
“Dan mereka mengingkarinya karena kelaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran) nya” (QS An-Naml: 14).
Bandingkan dengan Bilal bin Rabah Radhiyallahu ‘Anhu, yang dengan sabar menghadapi beratnya siksaan Musyrikin Quraisy demi keimanannya. Lihat pula bagaimana Shuhaib Ar-Rumy Radhiyallahu ‘Anhu rela meninggalkan harta kekayaan yang telah dia dapatkan dengan jerih payah selama bertahun demi hijrah mengkuti sang Nabi tercinta. Sangat banyak contoh yang menunjukkan perbedaan dua kelompok manusia itu. Amat indah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menggambarkan perbedaan kedua kelompok manusia di atas
كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوبِقُهَا
“Setiap manusia berpagi-pagi, menjual dirinya (bekerja keras) ada segolongan orang yang memerdekakan dirinya (dari api neraka) dan ada pula yang membinasakan dirinya” (HR Muslim, Ibnu Majah, Abu Dawud dan yang lainnya).
Dari sabda Nabi shallahu ‘alaihi wasallam menjadikan kita sadar, bahwa di dunia ini adalah ladang amal untuk mempersiapkan kehidupan di akhirat, serta mewaspadai diri dengan iman dan takwa agar tidak terlalaikan dengan urusan akhirat. Karena tidak menutup kemungkinan bahwa keimanan seorang mukmin akan diuji sejauh mana ia akan bertahan, apakah ia bisa menggunakannya ke jalan selamat, atau justru mengantarkan ia ke dalam kenistaan lantaran menjual agama demi ambisi kepentingan duniawi. Inila yang membedakan antara orientasi akhirat dengan orientasi dunia