Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ (البخاري).
“Tidaklah saya melihat orang yang akal dan agamanya lebih sedikit bisa mengalahkan akal seorang lelaki yang kuat melebihi kalian para wanita.” (Al Bukhari)
Hadits di atas menunjukkan bahwa di balik kelembutan dan lemahnya fisik wanita ada kekuatan dahsyat yang dimilikinya. Wanita bisa mempengaruhi lelaki yang hebat sekalipun. Seperti apa yang dilakukan Asiyah binti Mazahim saat mempengaruhi Fir’aun agar tidak membunuh bayi Musa, dan bahkan menjadikannya anak angkat. Begitu pula terunuhnya Nabi Yahya AS pun karena bisikan wanita kepada raja pada masa itu.
Dari sini kita sadar peran sentral wanita. Ialah yang akan banyak mempengaruhi fikiran dan kebijakan suami. Ialah yang akan menyiapkan generasi penerus keluarga bahkan bangsa. Ialah yang punya andil besar bagi baik atau rusaknya sebuah masyarakat.
Untuk itulah Islam menempatkan wanita pada kedudukan mulia. Bukan sekedar pemuas nafsu kaum lelaki seperti terjadi pada masa jahiliah. Atau justru menjadi komoditas pengeruk uang dengan menjajakan keindahan tubuh dan suara seperti pada masa sekarang ini. Melainkan wanita adalah mitra kaum lelaki dalam perjuangan. Dan mereka pun berhak meraih jannah bersama kaum lelaki. Allah berfirman:
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma´ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga ´Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.” (At Taubah: 71-72)
Di sinilah pentingnya kita memperhatikan serius kaum wanita. Bagaimana agar para wanita muslimah mendapat pendidikan yang baik. Kuat aqidah, kuat ibadah dan kuat akhlak. Mengetahui jati diri dan tugasnya baik sebagai anak, sebagai anggota masyarakat dan sebagai pendamping suami. Sehingga mereka bisa memberikan andil besar dalam membangun peradaban Islami.
Kita butuh munculnya kembali wanita yang bisa mengikuti jejak Aisyah ra, selain sebagai penyejuk hati suami, beliau memiliki otoritas keilmuan tinggi sehingga termasuk dalam jajaran tujuh ulama Madinah pada masa itu. Kita butuh wanita yang bermental baja seperti Ummu Sulaim yang berhasil mengislamkan calon suaminya sekaligus mendorongnya untuk mengejar ketertinggalan dalam berislam. Sehingga suaminya masuk dalam jajaran shahabat yang dekat dengan Rasulullah SAW.
Kita juga rindu munculnya ibu yang bisa membawa putranya kepada puncak prestasi. Seperti ibu dari Rabi’ah Ar Ray, salah satu ulama Madinah pada masanya yang dengan dukungan dan arahan ibunya terus belajar sehingga menjadi ulama. Atau ibunya imam Syafi’I, yang meskipun single parent namun berhasil mengantarkan putranya menjadi ulama panutan ummat hingga hari ini. Wallahu a’lam bish shawwab.