Di antara visi pendidikan Islam adalah mewarisi manhaj kenabian (Sunnah Nabi n). Hal ini penting, sebab persoalan utama yang melatar-belakangi berbagai krisis dan kemunduran umat Islam disadari atau tidak berpangkal dari lemah dan mundurnya perhatian dan penguasaan umat Islam terhadap dua sumber pokok ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam bahasa lain kemunduran umat Islam disebabkan kurangnya perhatian mereka terhadap ilmu-ilmu syar’i. Mayoritas mereka justru sibuk bergelut dengan ilmu-ilmu barat yang sekuler namun abai terhadapat ilmu agama. Akibat berikutnya adalah minimnya kader ulama.
Ilmu syar’I dan ulama sepanjang sejarah Islam telah memegang peranan penting dalam kebangkitan Islam di setiap kurun waktu periode umat Islam. Merekalah yang mewarisi manhaj kenabian setelah kenabian ditutup dengan diutusnya Nabi Muhammad n hingga akhir zaman. Rasulullah n bersabda:
وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Ulama’ adalah pewaris kenabian. Para Nabi tidaklah mewariskan dinar dan dirham. Mereka mewarsi ilmu. Siapa yang mengambilnya berarti telah mengambil bagian yang besar.” (HR Abu Dawud, Al-Hafidz Ibnu Hajar menyatakan hadits ini hasan)
Beliau n juga bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ، وَإِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَاللهُ يُعْطِي، وَلَنْ تَزَالَ هذِهِ الأُمَّةُ قَائِمَةً عَلَى أَمْرِ اللهِ، لا يَضُرُّهُمْ مَن خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ
“Siapa yang dikehendaki Allah kebaikan, akan dijadikan paham terhadap agamanya. Aku (Rasulullah) hanyalah pembagi semata, Allah lah yang memberi. Umat ini akan senantiasa tegak berdiri di atas ketentuan Allah, tak kan berbahaya bagi mereka orang-orang yang berseberangan dengan mereka hingga hari kiamat tiba.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Al-Imam Ibnu Bathaal Al-Qurtuby t berkata: “Di dalam hadits ini terkandung keterangan tentang keutamaan ulama’ dibandingkan dengan manusia lainnya. Bahwa Fiqh fiddin (pemahamaan yang mendalam terhadap dien) merupakan ilmu yang paling mulia dibandingkan dengan ilmu-ilmu lainnya. Hal ini karena mereka (para Ulama’) membawa umat untuk takut terhadap Allah dan komitmen untuk taat pada-Nya serta menjauhui maksiat”. Hingga sabda beliau: “Umat ini akan senantiasa tegak di atas aturan Allah hingga kiamat”, yang beliau maksud adalah umat beliau di akhir zaman. Dan bahwa kiamat akan terjadi pada mereka. Meski tanda-tanda kiamat telah muncul dan agama menjadi lemah, pasti akan tetap ada (ulama) yang menegakkan dien” (Syarh Shahih Al-Bukhary liibni Al-Bathaal 1/154, kitabul ilmi )
Sepenggal Keutamaan Ilmu dan Ulama
Wahyu yang pertama kali diturunkan adalah perintah ‘iqra’ bismi rabbika (bacalah dengan nama Rabb-mu). Kita bisa membayangkan betapa perintah ini merupakan hal yang luar biasa di tengah bangsa Arab yang mayoritasnya buta baca dan tulis diperintahkan untuk membaca. Ini mengisyaratkan betapa ilmu merupakan titik tolak pertama bagi kemajuan sebuah umat. Kalimat ‘bismi rabbika’, mengisyaratkan bahwa ilmu itu harus senantiasa dalam bingkai aturan Allah l dan digunakan dalam rangka ibadah kepada Allah . Oleh karena itu dalam banyak ayat Allah l mengaitkan antara iman dan ilmu, di antaranya firman Allah l
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada ilah (yang berhak diibadahi) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu.” (QS. Muhammad: 19)
Imam Bukhari t berkata: “Bab tentang Al Ilmu sebelum perkataan dan perbuatan” kemudian beliau menyitir ayat di atas. (Shahihul Bukhari Bab Al-Ilmu Qabla Al-Qauli wa Al-‘Amali 1/119)
Allah l berfirman:
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآَيَاتِنَا يُوقِنُونَ
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS As-Sajdah: 24)
Waki’ bin Jarah t berkata: “Sufyan Ats-Tsaury t berkata setelah membaca ayat ini: “Dien ini (Islam) harus dengan ilmu layaknya jasad membutuhkan sepotong roti.” (Tafsir Ibnu Katsir 6/371)
Dalam ayat yang lain Allah l menyandingkan kesaksian para ahlul ilmi (ulama’) dengan kesaksian para Malaikat dan bahkan dengan diri-Nya sendiri dalam menyaksikan keesaan-Nya
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS Ali Imran: 18)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dy t berkata: “Tatkala Allah l mengambil kesaksian ahlul ilmi, maka ini mengandung penghormatan Allah kepada mereka sebab merekalah pemegang amanah umat yang terpercaya.” (Taisiru karimirrahman: 124)
Di dalam sebuah hadits Rasulullah n bersabda:
(( فَضْلُ العَالِمِ عَلَى العَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى أدْنَاكُمْ )) ثُمَّ قَالَ رسول الله – صلى الله عليه وسلم – : (( إنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ وَأهْلَ السَّماوَاتِ وَالأَرْضِ حَتَّى النَّمْلَةَ في جُحْرِهَا وَحَتَّى الحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِي النَّاسِ الخَيْرَ ))
“Keutamaan alim (orang yang berilmu) dengan seorang abid (ahli ibadah) laksana keutamaan-ku (Rasulullah) dibandingkan dengan orang yang paling rendah kedudukannya di antara kalian.” Kemudian beliau bersabda lagi: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat, penduduk langit dan bumi, hingga seekor semut di sarangnya serta ikan betul-betul mendo’akan orang yang mengajarkan kebaikan pada manusia.” (Shahih Al-Jami’ As-Shaghir No.4213)
Mengenal lebih dekat Ilmu Syar’i dan Ulama’
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin t berkata: “Al-Ilmu secara bahasa adalah lawan dari kata Al-Jahlu (bodoh(, secara istilah ilmu adalah mengetahui sesuatu seperti kenyataan yang ada. Secara Syar’i ilmu adalah ilmu yang diturunkan oleh Allah l berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, ilmu yang di dalamnya terkandung pujian dalam hadits: “Siapa yang dikehendaki Allah kebaikan, akan dijadikan paham terhadap agamanya.”(Kitabul ilmi halaman 1).
Kata ulama’ (علماء) merupakan bentuk jama’ dari kata alim ( عليم ) yang bermakna orang yang sangat dalam pengetahuannya. Secara syar’i bila dimutlakkan kata itu berarti oang-orang mengetahui syari’ah Allah, memahaminya secara mendalam, mengamalkan ilmu mereka berdasarkan petunjuk dan bashirah serta sunnah Rasulullah juga sunnah generasi awal umat ini. Mereka juga berdakwah ke jalan Allah dengan hikmah yang dianugerahan Allah kepada mereka yaitu ilmu dan fiqh. (Al-Ulama’ humud du’at halaman 3, Syaikh DR Abdul Karim Al-‘Aql)
Sufyan bin ‘Uyainah t menyatakan bahwa ulama ada tiga:
- Mereka yang mengenal Allah (takut pada-Nya) dan memiliki ilmu syari’at
- Mereka yang mengenal Allah (takut pada-Nya) namun tak memiliki ilmu syari’at
- Mereka yang tak mengenal Allah dan tak memiliki ilmu syari’at
(Mizanul I’tidal, karya Al-Imam Adz-Dzahaby 1/532)
Ulama’ sejati adalah ulama tipe pertama, ulama’ Rabbaniyyun yaitu mereka yang mengenal Allah (takut pada-Nya) dan memiliki ilmu syai’at yang dalam. Mereka disebut Rabbany karena mereka takut kepada Allah, yang merupakan pangkal segala ilmu. Imam Ahmad bin Hambal t bekata: “Pangkal ilmu adalah rasa takut kepada Allah.” (Fadlu ‘Ilmis salaf ‘ala Ilmil Khalaf hal: 5). Merekalah yang telah merealisasikan firman Allah i :
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS Al-Fathir: 28). Semoga Allah mudahkan urusan umat ini. Amien