Daftar Isi
Dunia; Ladang Menanam Bekal Akhirat
Penulis: Mujahid Ammar (Mahasantri Ma’had Aly Ta’hil lil Mudarrisin)
Kisah Raja
Ada sebuah kisah fiktif yang cukup menarik. Meskipun bukan kisah nyata, tetapi kisah ini memiliki hikmah dan pelajaran yang sangat indah, yaitu kisah tentang sebuah negeri yang unik.
Negeri ini dipimpin oleh seorang raja. Uniknya, raja di negeri ini tidak dipilih oleh rakyat juga tidak ditunjuk oleh para tokoh. Siapa pun yang ingin mengajukan diri menjadi raja, ia akan diangkat menjadi raja. Semudah itu.
Anehnya, hampir tidak ada orang di negeri ini yang mengajukan diri menjadi raja, tidak ada yang saling berebut kekuasaan. Kenapa?
Karena mereka punya tradisi turun temurun yang mengatur tentang kepemimpinan di sana. Di mana setiap ada yang mengajukan diri menjadi raja, ia akan diangkat, dituruti semua permintaannya, dan ditaati perintahnya.
Masa jabatan hanya 4 tahun. Setelah 4 tahun selesai, raja itu akan dibuang ke sebuah Pulau Pembuangan. Sebuah pulau dengan hutan yang sangat lebat dan dipenuhi dengan binatang-binatang liar yang mematikan.
Setiap raja-raja yang dibuang ke sana, tidak ada yang bisa berhasil keluar.
Nah, ketika raja sebelumnya sudah habis masa jabatannya dan dibuang, majulah seorang lelaki untuk mengajukan diri menjadi raja dan ia pun diangkat. Ada yang berbeda dengan raja kali ini, ia adalah orang yang gemar mabuk.
Tahun pertama ia meminta seluruh khamr terbaik di negeri itu. Tahun kedua ia meminta didatangkan khamr terbaik dari negeri A. Tahun ketiga dari negeri B. Begitu terus hingga habis masanya dan iapun dibuang.
Kemudian, datang lelaki berikutnya mengajukan diri menjadi raja. Setelah diangkat, ia meminta didatangkan wanita-wanita tercantik dari berbagai daerah. Ternyata ia adalah orang yang suka bermain wanita.
Maka 4 tahun ia habiskan hanya untuk itu. Hingga masanya habis dan ia dibuang, kursi raja pun kembali kosong.
Tak ada warga yang mau mengajukan diri. Mereka masih waras dan berpikir, untuk apa bisa bersenang-senang selama 4 tahun jika akhirnya dibuang ke pulau yang mematikan. Hingga majulah seorang pemuda yang terlihat cerdas, ia mengajukan diri sebagai raja.
Tahun pertama, ia mengumpulkan seluruh pasukan kerajaan dan para penebang pohon yang handal. Ia mengirim mereka ke pulau pembuangan untuk membunuh semua binatang berbahaya di sana dan menebang pohon-pohon besar di pulau itu.
Tahun kedua, ia mengirim para tukang kayu dan arsitek terbaik di negeri itu untuk membangun bangunan dan rumah-rumah di pulau tersebut dari kayu pohon yang telah ditebang. Juga membangun jalan, jembatan, serta pelabuhan.
Tahun ketiga, ia mengirim para ahli pertanian dan perkebunan untuk membuka ladang dan kebun di pulau tersebut. Menyuburkan pulau itu dengan padi-padi, gandum dan buah-buahan.
Tak lupa, ia juga mengirim para ahli peternakan untuk membudidayakan ayam, kambing, dan sapi di pulau itu.
Baru di tahun keempat ia mengirim para wanita, anak-anak dan warga-warga terbaiknya untuk berpindah ke pulau itu. Juga emas-emas, berlian, dan barang berharga lainnya diangkut ke sana.
Hingga ketika masa jabatannya habis, ia pun dengan senang hati ‘dibuang’ ke Pulau Pembuangan. Pulau yang kini telah berubah menjadi perkampungan indah dan subur.
Definisi Orang Cerdas
Kisah di atas merupakan analogi kehidupan kita di dunia. Masa jabatan 4 tahun di cerita tersebut adalah masa hidup kita di dunia ini. Sedangkan Pulau Pembuangan merupakan akhirat yang kelak kita akan sambangi dan kekal.
Masa hidup saat ini, adalah kesempatan yang bisa kita gunakan untuk meraih bekal menuju Pulau Pembuangan nanti. Menyiapkan bekal untuk kehidupan akhirat dengan sebaik-baiknya.
Kita bisa melihat bagaimana raja terakhir yang cerdas tadi, ia tahu serta sadar bahwa masa jabatannya terbatas dan ia akan dibuang di suatu tempat yang berbahaya jika tidak berhati-hati.
Memahami hal tersebut, ia manfaatkan masa jabatannya untuk mempersiapkan tempat kembalinya. Tidak seperti raja-raja sebelumnya, yang mereka dibutakan dengan kesenangan sesaat sehingga lalai dengan apa yang akan dihadapi di masa depan.
Maka benar sekali sabda Rasulullah ﷺ, bahwa orang yang cerdas adalah mereka yang sadar tentang kehidupan dunia yang hanya sementara. Mereka senantiasa mempersiapkan bekal untuk kehidupan yang abadi di akhirat.
Suatu ketika Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu bertanya pada Rasulullah ﷺ, “Siapa orang yang paling cerdas dan mulia wahai Rasulullah?”
Maka beliau menjawab,
أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الْأَكْيَاسُ ذَهَبُوا بِشَرَفِ الدُّنيَا وَكَرَامَةِ الآخِرَةِ
“Orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah orang yang cerdas, mereka pergi dengan membawa kemuliaan dunia dan kehormatan akhirat.” (HR. Ibnu Majah)