Daftar Isi
Para pakar bahasan Arab mendefisikan futur ke dalam beberapa defenisi, diantaranya: loyo dan lemah, tumpul setelah tajam, dan lemah setelah kuat atau tegas. Jadi, futur adalah malas atau menunda-nunda setelah sebelumnya semangat dan tepat waktu dalam melakukan perbuatan.
Futur akan menimpa seseorang dari waktu ke waktu, baik dalam urusan agama maupun dunia. Ia akan menimpa para da’i, pencari ilmu, murabbi, ustadz, ahli ibadah, dan orang-orang yang menempuh jalan kebaikan.
Setiap amal kebaikan ada waktu semangat dan jenuhnya. Orang yang bersungguh-sungguh dalam beribadah, berinfak, membaca Al-Qur’an, qiyamul lail, mengkaji ilmu, shalat dhuha, berdakwah dan ibadah lainnya, suatu saat akan mengalami kejenuhan (futur).
Ketika kejenuhan (futur) dalam beramal kita alami, maka hendaklah kejenuhan itu kita menej dengan baik agar tetap di atas sunnah, sehingga mendatangkan kebaikan. Rasulullah SAW bersabda,
إِنَّ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةً وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةٌ فَمَنْ كَانَتْ شِرَّتُهُ إِلَى سُنَّتِي فَقَدْ أَفْلَحَ وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ
“Sesungguhnya setiap amalan itu ada waktu semangatnya, dan setiap masa semangat ada masa jenuhnya, maka barangsiapa semangatnya cenderung kepada sunahku dia beruntung, dan barangsiapa masa jenuhnya cenderung kepada selain itu maka ia celaka.” (HR. Ahmad, 6473)
Rasulullah SAW memohon perlindungan kepada Allah dari futur, sebagaimana yang disebutkan dalam banyak hadits beliau, diantaranya:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْكَسَلِ وَالْهَرَمِ وَالْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari rasa malas, kepikunan, kesalahan dan terlilit hutang.” (HR. al-Bukhari, 5891)
Ketika Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu sakit, sahabat-sahabatnya datang menjenguk. Mereka mendapati Ibnu Mas’ud menangis. Lantas mereka bertanya, “Mengapa engkau menangis? Apakah engkau tidak ridha’ dengan sakit ini?”.
Ibnu Mas’ud menjawab: aku ridha dengan sakit ini, tetapi aku menangis karena penyakit ini menimpaku ketika aku sedang futur, ia tidak menimpaku ketika aku sedang bersemangat dalam amal, karena pahala (amal sunnah) yang biasa dikerjakan seseorang ketika sehat akan tetap dicatat oleh Allah untuknya ketika ia sakit yang membuatnya tidak bisa melakukan amal itu lagi.”
Ada beberapa ragam futur yang menimpa seseorang, yaitu:
- Futur (malas) secara umum dalam semua ketaatan, diiringi dengan membencinya dan tidak adanya keinginan untuk melakukan ketaatan tersebut. inilah keadaan orang-orang munafik, mereka adalah orang yang paling futur. (Qs. an-Nisa’: 142)
Rasululllah SAW bersabda, “Shalat yang paling berat bagi orang-orang munafiq adalah shalat isya` dan shalat subuh. Sekiranya mereka mengetahui pahala yang terdapat pada keduanya niscaya mereka akan mendatanginya meskipun dengan merangkak” (HR. Bukhari dan Muslim)
- Futur dalam sebagian ketaatan yang diiringi dengan tidak adanya keinginan untuk melakukannya, namun tidak sampai membencinya. Inilah yang dialami oleh orang-orang muslim yang fasik dan para pengikut syahwat. Faktor utama futur ini adalah hati yang sakit (maradhul qalb). (Qs. al-Baqarah: 10, dan al-Munafiqun: 4)
- Futur secara umum yang disebabkan oleh fisik bukan hati. Ia senang melakukan ibadah, dan bersedih ketika tidak melakukannya, namun ia terlena dalam kemalasan dan futur yang dialaminya. Inilah yang banyak dialami kaum muslimin yang shalih dan para pengikut syahwat dan kefasikan. (Qs. at-Taubah: 83)
- Futur yang sesekali dialami seseorang, tetapi ia tidak terlena dengan futur yang dialaminya. Tidak ada seorang pun yang terbebas dari futur ini. Penyebabnya adalah lelah, sibuk, sakit dan lain-lain. Inilah yang pernah dialami oleh sahabat Handzalah al-Usaidi radhiyallahu anhu, salah seorang sekretaris Rasulullah SAW.
Dalam kehidupan ada hukum kausalitas (sebab akibat). Begitu pula dengan futur. Ia terjadi karena beberapa sebab berikut:
1. Tidak ikhlas dalam beramal.
Ikhlas merupakan salah syarat diterimanya ibadah. Ibadah akan diterima oleh Allah jika dilakukan dengan ikhlas dan ittiba’ Rasul. Ketika keikhalasan melemah pada diri seseorang atau riya’ menyelinap dalam amalnya, maka azimah (kesungguhan) dalam beramal akan melemah, bahkan hilang.
Oleh karena itu, setiap muslim harus menjaga keikhlasan dan memperbaharuinya setiap ia melakukan ibadah kepada Allah.
2. Lemahnya ilmu syar’i yang dimilikinya.
Kebodohan merupakan penyakit yang mematikan. Lebih dari itu, orang bodoh tidak mengetahui bahaya yang diakibatkan oleh penyakit ini.
Seseorang yang tidak memiliki pemahaman ilmu syar’i yang baik, akan mudah mengalami futur, karena dia tidak mengetahui dalil-dalil syar’i yang mendorongnya untuk melakukan ibadah, mengetahui fadhilah amal yang dilakukannya, dan tidak mengetahui hal-hal yang dapat melemahkan semangatnya dalam beribadah.
Ketahuilah, hanya orang berilmulah yang dapat mengambil pelajaran. Allah berfirman, “Katakanlah, apakah sama orang-orang yang mengetahui (berilmu) dengan orang-orang yang tidak mengetahui (bodoh). Hanya orang yang berilmulah yang dapat mengambil pelajaran.” (Qs. az-Zumar: 9)
3. Lebih mencintai dunia daripada akhirat.
Diantara sebab futur yang paling besar adalah lebih mencintai dunia daripada akhirat. Barangsiapa yang kecintaannya kepada dunia sangat besar, maka lambat-laun kecintaan hatinya kepada akhirat akan melemah, sehingga ibadah menjadi berat baginya dan membosankan, lalu muncullah panjang angan-angan.
Orang yang hanya mengharap dunia, maka dia akan mendapatkan dunia saja, dan orang yang hanya mengharap Allah, maka dia akan mendapatkan dunia dan akhirat. Allah berfirman, “Barangsiapa yang menghendaki pahala di dunia saja (maka ia merugi), karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Qs. an-Nisa’: 134)
Rasulullah SAW bersabda, “Celakalah para penghamba dinar dan dirham.” (HR. al-Bukhari)
4. Isteri dan anak.
Memiliki isteri dan anak merupakan kebanggaan setiap orang, terlebih jika isteri tersebut merupakan sosok yang disabdakan oleh Nabi SAW; cantik, kaya, nasabnya baik, dan shalihah, kemudian lahir darinya anak-anak shalih dan shalihah.
Terkadang, isteri menjadi penolong suami dalam beribadah, menuntut ilmu, atau berdakwah, dan terkadang ia menjadi ujian dan fitnah. Ujian paling besar adalah jika suami tidak menyadarinya.
Ia hanya menganggap bahwa isteri merupakan nikmat yang Allah karuniakan kepadanya karena kecantikan, harta dan anak-anaknya. Sungguh, hal ini merupakan musibah yang menyelinap ke dalam rumah tanggannya namun ia tidak menyadarinya.
Anak-anak menjadi fitnah bagi orang tuanya ketika mereka lebih disibukkan dengan anak-anak tersebut daripada menjalankan perintah agamanya. Sebaiknya orang tua menyeimbangkan antara kesibukan mengurus mereka dengan kesibukan yang diperintahkan oleh agamanya.
Sungguh indah untaian nasihat Salman kepada Abu Darda’ radhiyallahu anhuma, “Sesungguhnya Rabbmu mempunyai hak atasmu, jiwamu mempunyai hak atasmu, dan isterimu mempunyai hak atasmu, maka berilah setiap hak kepada orang yang berhak”.
5. Lingkungan yang tidak baik.
Lingkungan yang islami menjadi dambaan setiap muslim atau orang-orang yang ingin baik. Dengan lingkungan yang baik dia bisa melaksanakan ibadahnya dengan maksimal. Sebaliknya, lingkungan yang tidak baik, akan memberikan pengaruh yang kurang baik, apalagi bagi agamanya.
Seseorang sangat dipengaruhi oleh temannya. Jika ia berteman dengan orang baik, maka akan mendapatkan percikan kebaikan darinya bahkan menerinya. Sebaliknya, teman yang buruk akan meninggalkan pengaruh buruk baginya.
Rasulullah SAW bersabda, “Perumpamaan teman yang shalih dengan teman yang buruk bagaikan penjual minyak wangi dengan pandai besi, bisa jadi penjual minyak wangi itu akan menghadiahkan kepadamu atau kamu membeli darinya atau kamu akan mendapatkan bau wanginya sedangkan pandai besi hanya akan membakar bajumu atau kamu akan mendapatkan bau tidak sedapnya.” (HR. al-Bukhari)
6. Berteman dengan pemalas.
Seseorang sangat mudah terpengaruh dengan keadaan di sekitarnya, apabilagi jika dia sendiri sedangkan orang-orang yang ada di sekitarnya sangat banyak, atau melihat mereka dengan pandangan ta’jub (heran), dan hormat.
Oleh karena itu, hendaklah seseorang teliti dalam mencari teman, karena dia akan memberikan pengaruh. Jika ia berteman dengan orang baik, maka dia akan mendapatkan kebaikan darinya. Sebaliknya, jika dia berteman dengan orang yang tidak baik, maka akan mendapatkan keburukan darinya.
Rasulullah SAW bersabda, “Seseorang bergantung kapada agama teman dekatnya, maka hendaklah seseorang diantara kalian melihat siapa yang diajak berteman.” (HR. Tirmidzi)
7. Melakukan maksiat, kemungkaran dan makan harta haram.
Dosa dan maksiat merupakan beban maknawi di dunia dan hissi di akhirat. Di dunia, jiwa dan hati pelaku merasa terbebani, dan di akhirat mendapatkan siksa. Allah berfirman, “Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka, dan beban-beban (dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri, dan sesungguhnya mereka akan ditanya pada hari kiamat tentang apa yang selalu mereka ada-adakan.” (Qs. al-Ankabut: 13)
Kemaksiatan tidak hanya menimbulkan fatur saja, bahkan ia akan mengantarkan pelakukan kepada penyimpangan. Terkadang seorang muslim rajin dalam beribadah, berdakwah atau menuntut ilmu, tetapi dia meremehkan sebagian maksiat, khususnya dosa-dosa kecil, atau tidak maenjauhkan dirinya dari syubhat, atau bahkan makan makanan yang haram. Maka, lambat laun futur akan menimpa dirinya.
Melihat sesuatu yang diharamkan, merupakan sesuatu yang tidak ada seorang pun yang bebas darinya. Ia merupakan panah iblis yang dapat mengakibatkan kerugian dan penyesalan bagi pelakunya, serta membuat hati pelakunya menjadi keras dan tidak mau menerima kebenaran.
Rasulullah SAW telah memberikan kepada kita kunci keselamatan dari perkara tersebut. Beliau bersabda, “Tinggalkanlah apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu.” (HR. Tirmidzi)
8. Tidak memiliki tujuan yang jelas.
Tujuan yang jelas akan memudahkan seseorang dalam beramal. Sebaliknya, tujuan yang tidak jelas, hanya akan membuat seseorang semangat beramal di awal. Seiring berjalannya waktu, semangat itu akan luntur dan hilang.
Oleh karena itu, dalam beramal, hendaklah seseorang memulainya dari yang kecil atau yang mudah ia lakukan, dan ia sanggup melakukannya terus-menerus. Inilah yang dinasihatkan oleh Rasulullah SAW kepada Handzalah radhiyallahu anhu.
Allah SWT lebih menyukai amalan yang dilakukan terus menerus meskipun sedikit (kecil). Rasulullah SAW bersabda, “Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang dilakukan terus menerus meskipun sedikit.” (HR. Bukhari).
Sebaliknya, Allah tidak menyukai seseorang yang melakukan amalan besar, tetapi setelah itu ia meninggalkan amalan tersebut.
9. Tidak realistis.
Tidak adanya kesesuaian antara kemampuan seseorang dengan amal yang hendak dilakukan, akan membuat seseorang mudah mengalami futur. Hal ini bisa terjadi kepada seseorang atau sekelompok orang, atau masyarakat dimana orang tersebut tinggal.
Diantara contoh amalan yang tidak realistis tersebut adalah ghuluw dan tasyaddud, rajin dan semangat dalam beribadah, berdakwah dan menuntut ilmu tetapi menyia-nyiakan hak keluarga, cuek dengan keadaan diri sendiri, dll, menentukan tujuan yang tidak reaslitis, dan cuek terhadap hak-hak dirinya.
Selain beberapa sebab diatas, ada juga sebab-sebab yang dapat menimbulkan futur yang harus diperhatikan oleh seseorang, yaitu: hati yang sakit, meremehkan ibadah, tidak saling menasihati, keraguan dan provokasi orang-orang munafik, lalai terhadap sunnah ilahiyah, melakukan kemaksiatan, waswas dan bisikan setan, dan futur dalam mengobati futur.
Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya, karena Allah tidak menurunkan penyakit melainkan Dia juga menurunkan obatnya. Demikian pula dengan futur, orang yang mengetahui ilmunya, dia bisa mengatasinya. Sedangkan orang yang tidak mengetahui ilmunya, dia akan tetap menyelami gelapnya lautan futur. Berikut ini beberapa cara untuk mengatasi futur, yaitu:
1. Selalu menjaga dan memperbaharui iman.
Sesungguhnya menjaga dan memperbaharui iman –dengan izin Allah- dapat menjaga seseorang dari berbagai macam penyakit, termasuk futur.
Diantara hal yang dapat menjaga iman seseorang adalah banyak beribadah, menjaga ibadah-ibadah sunnah dan rawatib, qiyamul lail, puasa sunnah, dan tidak meninggalkan witir baik sedang mukim atau safar.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya iman benar-benar bisa menjadi usang di dalam tubuh seseorang dari kalian sebagaimana usangnya pakaian. Maka memohonlah kepada Allah supaya memperbarui iman di hati kalian.” (HR. Hakim dan Thabrani)
2. Muraqabatullah dan banyak mengingat Allah.
Hakikat muraqabah adalah engkau menyembah Allah seolah-olah melihatNya, dan jika engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.
Diantara hal yang harus adalah dalam muraqabutullah adalah takut kepada Allah, memuliakan dan mengagungkanNya, beriman secara mutlak bahwa Dia Maha Mengetahui segala sesuatu, menguasai dan maha kuasa, cinta dan berharap kepadanya.
Membaca Al-Qur’an merupakan dzikir yang paling utama. Oleh karena itu, hendaklah Al-Qur’an menjadi wirid atau bacaan seorang muslim setiap hari, dan janganlah ia termasuk orang yang menjauhi Al-Qur’an.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: sesungguhnya dzikir akan memberikan kekuatan kepada orang yang berdzikir, bahkan dengan dzikir seseorang mampu melakukan sesuatu yang tidak sanggup dilakukan oleh orang yang tidak berdzikir.”
3. Ikhlas dan takwa.
Lemah keikhlasan akan menyebabkan futur. Jika keikhlasan kuat, maka dia akan menjaga seseorang dari futur. Oleh karena itu, hendaklah seseorang selalu menjaga dan memperbaharui keikhlasannya.
Allah akan mengaruniakan cahaya dan pembeda (furqan) ke dalam hati orang yang ikhlas, sebagaimana dalam firmanNya, “Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan furqan kepada kalian.” (Qs. al-Anfal: 29)
4. Tashfiyah (membersihkan) hati.
Membersihkan hati dari segala noda hasad, dengki, benci, dan buruk sangka merupakan bagian terbesar datangnya ketenangan hati. Tidak ada sesuatu yang paling keras bagi seseorang daripada hati yang dipenuhi dengan kebencian, dengki, hawa nafsu, dan segala dosa lainnya.
Tashfitul qalb (membersihkan hati) dapat dilakukan dengan selalu berkomunikasi dengan orang-orang yang berdakwah di jalan Allah, membalas keburukan dengan kebaikan, mendengar nasihat kebaikan, atau membaca kisah sahabat yang dijamin masuk surga karena tidak pernah dengki kepada orang lain.
5. Belajar ilmu syar’i dan mengikuti majelis ilmu.
Ilmu adalah cahaya yang akan mengangkat pelakunya kepada derajat yang mulia. “Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu diantara kalian beberapa derajat.” (Qs. al-Mujadalah: 11). Semakin bertambah ilmu seseorang, maka akan semakin bertambah pula amalnya.
Keutamaan orang berilmu atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan atas semua bintang-bintang. Ilmu bisa didapat dengan cara mengikuti majelis-majelis ilmu yang mengajarkan kebaikan. Orang yang selalu menghadiri majelis ilmu tersebut akan bertambah keilmuannya dan terdorong untuk lebih maju.
- Memahami fiqih prioritas.
Seorang muslim yang memahami fiqih prioritas dan apa yang harus dilakukan sesuai dengan kemampuannya, maka dia akan terhindar dari segala bentuk futur dan malas selama ada iman dan Islam di dalam hatinya.
Seorang da’i yang mengetahui realita dan keadaan umatnya, tidak mungkin memberikan tempat futur di dalam hatinya. Ini tidak mungkin. Kecuali orang yang rela dengan kehinaan dan kasih sayang hilang dari dirinya. “Barangsiapa yang dihinakan oleh Allah, maka tidak seorang pun yang memuliakannya.” (Qs. al-Hajj: 18)
7. Memiliki manhaj yang benar.
Yang tidak boleh dilupakan oleh seseorang adalah manhaj yang benar. manhaj yang benar akan menjaga seseorang dari bingung dan ragu. Ia akan memberikan ketenangan dan ketenteraman kepada pelakunya. Jika manhaj seseorang salah, maka hal itu akan menghalangi dirinya untuk dapat merealisasikan tujuan-tujuan syariat yang hendak dicapai.
Mengikuti manhaj ahlus sunnah wal jama’ah dan berjalan diatas petunjuk salafus shalih akan memberikan pengaruh besar dalam amal seseorang, istiqamah, dan memberikan ketenangan dan ketenteraman di dalam hatinya.
8. Realistis dalam beramal (wasathiyah).
Wasathiyah merupakan ciri dari umat ini. Allah berfirman, “Dan demikian pula, Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) umat yang adil dan pilihan (wasathiyah).” (Qs. al-Baqarah: 143)
Wasathiyah dapat dilakukan dalam akidah atau amal. Sedangkan orang-orang yang berlebihan (ghuluw) mereka akan mudah mengalami futur, apalagi mereka ghuluw dalam beramal seperti ibadah, thalabul ilmi, atau berdakwah kepada Allah.
Banyak sekali nash-nash Al-Qur’an yang menerangkan tentang wasathiyah dan perintah untuk menjauhi ghuluw dan berlebihan. Rasulullah SAW melarang umatnya berbuat ghuluw di dalam sabdanya, “Jauhilah oleh kalian berlebih-lebihan (ghuluw), karena umat sebelum kalian binasa karena ghuluw.” (HR. Bukhari)
9. Memenej waktu dengan baik dan muhasabah diri.
Diantara hal yang dapat membantu seseorang melakukan ibadah adalah mengatur waktu dengan baik. Perhatikanlah bagaimana Allah mengatur waktu-waktu shalat wajib begitu rapi dan indah! Hal itu untuk memberikan peluang kepada manusia untuk memenej waktunya dengan baik.
Selain itu, hendaklah seseorang melakukan muhasabah setiap selesai melakukan aktivitas apapun. Apa yang harus diperbaiki dan dihindari, sehingga ia mendapatkan hasil yang maksimal.
10. Berjama’ah.
Diantara nasihat yang diberikan Rasulullah SAW kepada Hudzaifah radhiyallahu anhu ketika terjadi fitnah adalah bergabung dengan jama’ah kaum muslimin. Rasulullah Saw memerintahkan agar hidup berjama’ah dan melarang berpecah belah. Menyendiri berpotensi untuk berbelok arah karena tidak ada kawan yang menguatkan untuk bersabar dan istiqamah di atas ketaatan atau tidak ada yang mengingatkan di saat lalai.
Rasulullah Saw bersabda, “Hendaklah kalian hidup berjama’ah dan menjauhi perpecahan, karena setan selalu bersama orang yang sendirian sedangkan terhadap dua orang dia lebih jauh. Barangsiapa yang menginginkan kekayaan surga (buhbuhatul jannah), hendaklah dia menetapi al-Jama’ah.” (HR. Tirmidzi)
Yang dimaksud al-Jama’ah disini adalah ahlus sunnah wal jama’ah, karena ia merupakan kelompok yang selamat atau thaifah manshurah, bukan golongan atau ormas tertentu.
11. Beragam dalam melakukan ibadah.
Jiwa memiliki sifat jenuh dan bosan, dan mencintai pembaruan dan keragaman. Memerhatikan kondisi jiwa merupakan perintah syariat. Rasulullah SAW memiliki banyak cara dalam menasihati para sahabat agar mereka tidak bosan dan jenuh.
Ali bin Abi Thalib berkata: sesungguhnya jiwa memiliki semangat dan kejenuhan. Apabila semangat, hendaklah engkau kekang dengan tekad yang kuat, dan apabila jenuh, hendaklah engkau kekang dengan kewajiban.”
Yang dimaksud beragam dalam beramal adalah tidak berlebihan dan tidak membebani diri dengan sesuatu yang tidak sanggup dilakukannya. Karena membebani diri dengannya akan menimbulkan futur. Bacaan shalat saja, Nabi kita mengajarkan bacaan yang bervariasi, misal bacaan sujud atau ruku’ada yang panjang ada yang simpel. Demikian pula do’a dan amal-amal lainnya.
12. Berteman dengan orang shalih.
Teman yang shalih akan memberikan pengaruh luar biasa bagi diri sahabatnya. Rasulullah Saw memerintahkan agar berteman dengan orang shalih dan menjauhi teman yang buruk. Teman yang shalih akan selalu mengingatkan sahabatnya degan akhirat dan menjauhkannya dari perbuatan dosa dan maksiat.
Hendaklah kita menjadi Rasulullah SAW sebagai teladan utama, karena beliau adalah pemimpin orang-orang shalih. Allah berfirman, “Sungguh, pada diri Rasul itu telah ada suri tauladan yang baik bagi kalian.” (Qs. al-Ahzab: 21)
13. Berdoa dan memohon pertolongan kepada Allah.
Doa adalah ibadah. Ia merupakan sarana penghubung seorang hamba dengan Rabbnya. Doa menampakkan kelemahan makhluk dan kemahakuasaan sang Khaliq.
Allah SWT telah berjanji akan mengambulkan orang yang berdoa kepadaNya, “Berdoalah kepadaKu, niscaya Aku kabulkan doa kalian.” (Qs. Ghafir: 60). Futur merupakan ujian dalam agama, maka hendaklah seseorang selalu mendekat dan berdoa kepada Allah SWT.
Ketika futur, Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk berdoa kepada Allah, “Sesungguhnya iman benar-benar bisa menjadi usang di dalam tubuh seseorang dari kalian sebagaimana usangnya pakaian. Maka memohonlah kepada Allah supaya memperbarui iman di hati kalian.” (HR. Hakim dan Thabrani)
Beliau SAW selalu memohon perlindungan kepada Allah dari futur. Disebutkan dalam hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi SAW berdoa,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَرَمِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْبُخْلِ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sifat malas, dan berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut, dan berlindung kepada-Mu dari sifat pikun dan aku berlindung kepada-Mu dari sifat kikir.” (HR. Bukhari)
14. Mencari guru yang baik.
Guru yang baik akan senantiasa menasihati muridnya untuk berjalan di atas jalan kebenaran dan menjauhi segala bentuk perbuatan tidak baik, termasuk futur. Ia akan mengajarkan kepada muridnya keutamaan orang-orang yang dekat dengan Allah dan jauh dari maksiat, menceritakan kepadanya akibat buruk dari orang-orang yang jauh dariNya, dan memotivasinya untuk senantiasa seimbang dan realistis dalam beramal dan melakukan ketaatan kepada Allah.
Kita memohon kepada Allah agar senatiasa mengaruniakan keistiqamahan dalam beribadah kepadaNya dan menjauhkan kita dari segala perbuatan tidak baik, termasuk futur. [@bufajri, Ed.]