Daftar Isi
Apa Hukum Memakai Parfum yang Mengandung Alkohol?
Pertanyaan
Assalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh
Ustadz, bagaimana hukum memakai minyak wangi atau parfum yang mengandung alkohol? Dan bagaimana pula hukum memperjual-belikannya? Jazakumullah khairan.
Jawaban
Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuh
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah yang telah memberi banyak kenikmatan kepada kita semua. Semoga kita termasuk dari hamba-hamba-Nya yang bersyukur.
Shalawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para keluarga, sahabat, serta orang-orang yang teguh berpegang dengan ajaran beliau sampai hari kiamat kelak.
Alkohol memang banyak digunakan dalam proses pembuatan minyak wangi dan sabun wangi agar harumnya semerbak dan awet.
Pada sebagian minyak wangi kadar alkoholnya terkadang mencapai 80%, seperti pada minyak wangi cologne.
Terkadang kadarnya hanya sedikit tidak sampai memabukkan jika diminum dan terkadang zat alkoholnya larut dalam cairan minyak.
Para ulama kontemporer berbeda pendapat tentang penggunaan minyak wangi jenis ini.
Pendapat pertama: Sebagian ulama kontemporer, di antarannya; Lembaga Fatwa Mesir, Dr. Abdullah Jibrin, dan Dr. Hussam Affanah memfatwakan boleh menggunakan semua jenis minyak wangi yang mengandung alkohol.
Dengan alasan bahwa khamr tidaklah najis, demikian halnya dengan alkohol. Terlebih lagi bahwa penggunaan minyak wangi bukan untuk diminum.
Maka kembali kepada hukum asal, yaitu boleh menggunakan segala sesuatu bila tidak terdapat larangan.
Pendapat kedua: Sebagian ulama lain menyebutkan bahwa haram hukumnya menggunakan minyak wangi yang mengandung kadar alkohol tinggi yang seandainya diminum maka dapat memabukkan.
Pendapat ini difatwakan oleh Lembaga Fatwa Kerajaan Arab Saudi dan didukung oleh banyak ulama.
Dalil pendapat ini:
1. Mayoritas ulama fikih menyebutkan bahwa khamer merupakan sesuatu yang najis. Maka menggunakan minyak wangi yang mengandung alkohol tinggi berarti menggunakan benda yang terkena najis.
Hal ini dilarang dan tidak boleh dipakai. Sebab bila minyak wangi dipakai shalat berarti tubuhnya terkena najis dan shalatnya tidak sah.
Muhammad bin al-Hasan (murid Abu Hanifah, wafat 189 H) berkata, “Apabila susan (tumbuhan yang beraroma harum) dicampurkan ke dalam khamer sehingga aromanya semerbak mewangi, maka tidak boleh digunakan sebagai wewangian.
Pun tidak boleh untuk dijual karena perubahan wanginya bukan seperti perubahan khamer menjadi cuka.
Demikian sebab khamer apabila belum berubah menjadi cuka, haram digunakan untuk apapun juga.
2. Bagi ulama yang menganggap khamer tidak najis juga melarang menggunakan minyak wangi yang mengandung alkohol kadar tinggi, karena Allah telah mewajibkan untuk menjauhi khamer.
Sedangkan mencampurkannya serta menggunakannya sebagai minyak wangi ke tubuh atau pakaian itu melanggar perintah Allah. Allah berfirman
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡخَمۡرُ وَٱلۡمَيۡسِرُ وَٱلۡأَنصَابُ وَٱلۡأَزۡلَٰمُ رِجۡسٞ مِّنۡ عَمَلِ ٱلشَّيۡطَٰنِ فَٱجۡتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ٩٠
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamer, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90)
Setelah mengetahui hukum menggunakan minyak wangi yang mengandung alkohol tinggi, maka hukum menjual mengikuti hukum memakainya.
Jika kadar alkoholnya tinggi dan dapat memabukkan seandainya diminum maka hukum menjualnya sama dengan menjual khamer, yaitu haram.
Jika salah satu sifat alkohol pada minyak wangi tersebut dapat diindra, maka tidak boleh juga menjualnya karena termasuk mutanajis bagi pendapat yang menganggap khamer itu najis.
Jika kandungan alkoholnya sedikit dan telah terurai atau larut maka boleh dipakai serta halal diperjual-belikan.
Sebagaimana dalam kitab al-Fiqh ala Madzahib al-Arba’ah yang menjelaskan bahwa cairan najis jika dicampur dengan obat-obatan dan parfum dengan kadar yang diperlukan adalah dimaafkan.
Wallahu a’lam bishawwab.