Diasuh oleh Ust. Arif Manggala, Lc
Pertanyaan:
Saya melihat sebagian orang saat khatib jum’at berdoa mereka tidak ikut berdoa dengan mengangkat tangan Dan mengaminkan doanya, apakah itu benar atau salah?
Jawaban:
Alhamdulillah, shalawat dan semoga selalu tercurah pada baginda Nabi Muhammad saw, keluarga serta seluruh para sahabatnya.
Mengangkat tangan pada saat berdoa sangat dianjurkan, sebab hal itu termasuk adab dalam berdoa dan menjadikan sebab doa seseorang dikabulkan oleh Allah swt. Bahkan sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa hadits yang berbicara tentang mengangkat tangan ketika berdoa mencapai derajat mutawatir maknawi. Di antaranya adalah yang diriwayatkan dari Salman radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ حَيِىٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحِى إِذَا رَفَعَ الرَّجُلُ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا خَائِبَتَيْنِ
“Sesungguhnya Allah itu Maha Hidup lagi Mulia, Dia malu jika ada seseorang yang mengangkat tangan menghadap kepada-Nya lantas kedua tangan tersebut kembali dalam keadaan hampa dan tidak mendapatkan hasil apa-apa.” (HR. Tirmidzi no. 3556. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Namun tidak semua doa secara mutlak dianjurkan mengangkat tangan, sebab ada beberapa tempat dan keadaan yang tidak dianjurkan mengangkat tangan. Di antaranya adalah doa-doa dalam shalat; doa istiftah, ruku’, sujud, doa setelah tahiyat terakhir. Termasuk juga doa dan dzikir harian misalnya doa sebelum makan dan setelahnya, doa masuk dan keluar WC, doa memakai dan melepas baju, doa bersin dll. Semua itu tidak ada anjuran untuk mengangkat tangan.
Adapun maslah mengangkat tangan saat khutbah jum’at, maka hal ini termasuk yang tidak dianjurkan kecuali jika saat itu bertujuan istisqo’ (minta Hujan). Sebab tidak ada dalil dari Nabi saw bahwa beliau mengangkat tangannya ketika berdoa pada khutbah jum’at. Bahkan ada riwayat dari `Umarah bin Ru’aibah, bahwa ia melihat Bisyr bin Marwan mengangkat kedua tangannya ketika di atas mimbar, lalu ia (‘Umarah) berkata kepadanya:
قَبَّحَ اللَّهُ هَاتَيْنِ الْيَدَيْنِ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يَزِيدُ عَلَى أَنْ يَقُولَ بِيَدِهِ هَكَذَا وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ الْمُسَبِّحَةِ
“Semoga Allah memburukkan kedua tanganmu ini. Sungguh aku melihat Rasulullah saw tidak melebihkan tatkala sedang berdo’a selain seperti ini, sambil mengangkat jari telunjuknya.” (HR. Muslim no. 874, Sunan Abi Dawud no. 1104, dan al-Tirmidzi no. 515).
Imam al-Nawawi berkata dalam menjelaskan kandungan hadits di atas, “Di dalamnya terdapat sunnah agar tidak mengangkat tangan saat khutbah, ini adalah pendapat Malik, para sahabat kami dan selain mereka.” (Syarh Muslim: 6/162) dan beliau berkata dalam Al Iqna’ dan Syarahnya, “Imam dimakruhkan mengangkat kedua tangannya saat berdoa dalam khutbah. Al-Majd berkata, “Itu bid’ah, sesuai dengan pendapat ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan selain mereka.” (Kasyaful Qana’ ‘an Matni al-Iqna’, 2/37).
Meskipun konteks hadits di atas ditujukan kepada khatib/imam akan tetapi hal itu juga berlaku untuk makmum, sebab hukum keduanya sama. Yang dianjurkan adalah diam mendengarkan khatib dan mengaminkan doanya tanpa mengeraskan suara. Wallahu a’lam bishshawab.