BerandaKajianUsrohImplementasi Hukuman Dalam Mendidik

Implementasi Hukuman Dalam Mendidik

- Advertisement -spot_img

Memperhatikan Pendidikan Anak

Mendidik anak merupakan pekerjaan dan tanggung jawab yang berat bagi orang tua. Apalagi di zaman modern ini. Pesatnya perkembangan dunia teknologi dan informasi seringkali membawa dampak negatif bagi pendidikan anak. Di dalam Islam pentingnya pendidikan terhadap  anak mendapatkan porsi yang sangat besar. Hanya saja mayoritas masyarakat belum begitu memahami perihal adanya skala prioritas dalam mendidik anak.

Banyak hal yang harus dipersiapan oleh orang tua untuk mendidik anak guna mewujudkan generasi shalih-shalihah. Islam juga menganggap bahwa anak adalah sumber manfaat dan kebaikan di dalam kehidupan dunia ini, terlebih di kehidupan setelah mati, Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَرْفَعُ الدَّرَجَةَ لِلْعَبْدِ الصَّالِحِ فِى الْجَنَّةِ فَيَقُولُ يَارَبِّ أَنَّى لِى هَذِهِ فَيَقُولُ بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ

“Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat seorang hamba shalih di surga, lalu hamba itu bertanya, “Wahai Rabbku, dari mana aku mendapatkan derajat ini? Allah Ta’ala berfirman, “Dari permohonan ampun anakmu untukmu.” (HR. Ahmad)

Banyak orang yang beranggapan bahwa kewajiban orang tua terhadap anak hanya berkutat pada pemberian kebutuhan materi saja. Membahagiakan anak berarti memberikan kepadanya barang yang disenangi atau materi dalam jumlah yang melimpah. Mereka kurang menyadari bahwa di balik itu semua ada kewajiban yang harus ditunaikan yaitu pendidikan ruhani sehingga terbentuknya generasi yang unggul dan berkualitas dengan kepribadian yang baik.

Jika orang tua salah mendidik anak berarti ia telah menyesatkan masa depan anak tersebut. Salah karena tidak melengkapi diri dengan ilmu yang memadai tentang merawat, mendidik, dan mengarahkannya agar selamat dunia akhirat.  Maka tugas orang tua adalah mendampingi anak-anak menjalani proses perjalanan hidup mereka, sekalipun ini bukanlah proses yang mudah. Meski kita melihat anak-anak sebagai makhluk yang ceria senang bermain-main, tapi sesungguhnya ada yang serius dalam proses hidup mereka.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menganugerahkan berbagai potensi besar dalam diri seorang anak  yang membawanya mencapai kesempurnaan. Berbagai potensi tersebut akan tumbuh dan berkembang karena pendidikan dan pengajaran yang baik. Dan sebaliknya, semua itu akan sirna karena pendidikan yang keliru dan salah. Oleh karena itu, pendidikan yang benar sangat penting dan memiliki kedudukan khusus yang bisa membawa manusia menuju kesempurnaan dan menyelamatkannya dari penyimpangan.

Tugas orang tua adalah mendidik dan mengajari anak dengan baik. Amalan ini pula yang kelak akan membawa kita menuju jannah. Tapi sebaliknya jika kita tidak mendidik dengan baik, maka justru akan menyeret kita ke dalam neraka dengan kelalaian yang kita lakukan sendiri sebagai orang tua. Imam Al-Qurthuby mengatakan, bahwa tidak ada pemberian orang tua terhadap anak yang lebih baik daripada mendidiknya dengan didikan yang baik.

Hukuman dalam Pendidikan

Hukuman merupakan salah satu bagian penting dalam pendidikan. Akan tetapi orang tua harus bijak dalam menerapkannya. Tidak berlebihan dan juga tidak meremehkan perihal tersebut. Hukuman dimaksudkan untuk memperbaiki tabiat dan tingkah laku anak serta mengarahan mereka kepada kebaikan. Sehingga anak tidak mengulangi kesalahan yang sama dan belajar bertanggung jawab atas kesalahannya.

Dalam pendidikan hadiah dan hukuman sebagai bentuk penting dari pendidikan. Keduanya memainkan peran sentral bagi perkembangan potensi manusia. Karena dengan hadiah akan memberikan motifasi kepada anak dengan kebaikan dan prestasinya dan dengan hukuman mengingatkan mereka dari kesalahan untuk mereka tinggalkan.

Perkembangan perilaku anak akan berubah secara perlahan-lahan dari sifat individualis dengan kepribadian tertutup kepada sifat keterbukaan dan dapat menerima nilai-nilai yang ada. Terkadang ketika nilai-nilai tidak sesuai dengan sifat anak yang selalu mencari kesenangan pribadinya berakibat kepada pergolakan batin anak, antara memuaskan kesenangan pribadinya dan upaya menghormati hak-hak orang lain. Makanya penting untuk membimbing anak agar bisa melewati tahapan-tahapan pendidikan sehingga mereka tumbuh dengan kepribadian yang baik.

Salah satu metode untuk memperbaiki perilaku anak selain motivasi dan hadiah adalah hukuman. Walaupun ini bukanlah satu-satunya cara dalam mendidik anak. Hukuman tidak mutlak diperlukan, pendidik harus berlaku bijaksana dalam memilih dan memakai metode yang paling sesuai untuk membuat anak jera ketika mereka melakukan kesalahan. Terkadang ada di antara mereka yang cukup dengan teladan dan nasehat saja, sehingga tidak perlu hukuman baginya. Tetapi tekadang ada di antara mereka yang perlu diberikan hukuman ketika mereka berbuat kesalahan.

Para ulama menjelaskan bahwa hukuman terkadang diperlukan di dalam pendidikan, hal itu berdasarkan dengan hadits Nabi  Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau bersabda:

مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ

“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun. Dan pukullah mereka bila pada usia sepuluh tahun tidak mengerjakan shalat, serta pisahkanlah mereka di tempat tidurnya.” (HR. Abu Dawud dengan sanad hasan).

Hukuman merupakan salah satu alat yang digunakan dalam pendidikan guna mengembalikan perbuatan yang salah kepada jalan yang benar. Namun, penggunaannya tidak boleh sewenang-wenang. Tertutama dalam hukuman fisik harus mengikuti ketentuan-ketentuan syar’i. Dalam artian hukuman diperlukan sebagai tindakan yang diberikan oleh pendidik terhadap anak didik yang telah melakukan kesalahan, dengan tujuan agar anak didik tidak akan mengulangi kesalahan lagi dan akan memperbaiki kesalahan yang telah diperbuat. Hukuman tujuannya bukan untuk menzhalimi dan menyakiti, akan tetapi hukuman yang bertujuan untuk mendidik. Sebagaimana Athiyah Al-Abrasyi mengatakan,

((…إِنَ الْغَرْضَ مِنْهَا فِي التَّرْبِيَّةِ الْإِسْلَامِيَّةِ الْإِرْشَادُ وَالْإِصْلَاحُ لَا الزَّجَرُ وَالإِنْتِقَام))

“Maksud hukuman dalam pendidikan Islam ialah sebagai pengajaran dan perbaikan, bukan sebagai celaan dan balas dendam.” (lihat kitab At-Tarbiyah Al-Islamiyah, hal. 115)

Hukuman memiliki tujuan perbaikan pada anak ketika mereka berbuat kesalahan. Bukan menjatuhkan hukuman kepada mereka dengan alasan balas dendam. Maka dari itu seorang pendidik dan orang tua dalam menjatuhkan hukuman haruslah secara seksama dan bijaksana. Karena salah dalam menerapkan hukuman akan menjadikan anak kurang mempunyai inisiatif dan spontanitas, serta tidak percaya diri. Menghukum memang sesuatu yang tidak disukai, namun perlu diakui bersama bahwa hukuman diperlukan dalam pendidikan karena berfungsi menghambat atau mengurangi bahkan menghilangkan perbuatan yang menyimpang. (lihat, Ahmad Fuad Ahwany, At Tarbiyah fi Al Islam, hal 141)

Ketika anak berbuat kesalahan tidak selalunya karena keinginan dan niatan yang buruk. Akan tetapi kesalahan itu muncul terkadang karena timbul kecenderungan anak yang kuat untuk memastikan tentang kebenaran dari keinginan mereka. Maka selagi anak masih bisa dididik dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang, maka jangan sekali-kali orang tua mudah melayangkan tangannya dan gegabah dalam memberikan hukuman. Adapun jika suatu kondisi hukuman memang dibutuhkan hukuman harus dianggap sebagai metode yang bertujuan untuk memperbaiki anak yang melakukan kesalahan.

Penerapan Hukuman dalam Pendidikan

Penerapan hukuman pada anak didik harus berdasarkan kaidah-kaidah yang benar bukan berdasarkan amarah dan pemuasan. Karena tidak semua kesalahan yang dilakukan seorang anak murni disebut sebagai kesalahan. Apalagi hukuman erat dengan minat anak didik terhadap proses belajar. Adakalanya anak melakukan kesalahan berangkat dari rasa ingin tahu dari apa yang belum mereka ketahui. Di sinilah peran orang tua untuk mengarahkan bukan menyalahkan.

Ada beberapa kaidah yang harus diperhatikan dalam memberikan hukuman kepada anak, di antaranya;

Pertama, hukuman bukan satu-satunya cara untuk mengingatkan anak ketika melakukan kesalahan. Akan tetapi menasehatinya dengan lemah lembut penuh kasih sayang adalah pokok pertama dalam memperlakukan anak. Dengan demikian selagi anak masih bisa dididik dengan lembut dan penuh kasih sayang, maka sebagai pendidik tidak semestinya gegabah dalam melakukan hukuman. (Hisyamuddiin, Ad-Dharbu wasilah Syar’iyah li At-Tarbiyah, 2/165)

Kedua, hukuman tidak boleh bersifat ancaman atau balas dendam, akan tetapi hukuman dilakukan bersifat mendidik dan memperbaiki. (Syaikh Ali bin Nayif Asy-Syuhud, Mausu’atu Ad-Difa’ li Rasulillahi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, 4/190)

Ketiga, memperhatikan karakter anak yang melakukan kesalahan, karena setiap anak memiliki kecerdasan dan respon yang berbeda-beda. Sebagaimana berbedanya watak antara pribadi satu dengan pribadi yang lain. Bahkan Ibnu Khaldun menyampaikan bahwa salah dalam memberikan hukuman pada anak akan menjadikan mereka lemah, penakut, dan kecenderungan lari dari masalah. (DR. Abdullah Nashihul Ulwan, Tarbiyatul Aulad, 628)

Keempat, pukulan dalam hukuman tidak boleh lebih dari tiga kali. Hal ini menjadi pendapat kebanyakan para ulama madzhab. Walaupun ada sebagian ulama juga yang membolehkannya dengan menambahkannnya sampai sepuluh kali jika pendidik melihat setelah tiga kali pukulan dan anak tidak jera.

Kelima, hukuman dengan memukul sebaiknya tidak dilakukan sebelum umur sepuluh tahun. Bahkan kebanyakan para ulama memakruhkan menghukum dengan pukulan ketika anak masih di bawah sepuluh tahun. (Syaikh ‘Ali Hani, Dharbul Aulad fil Islam wa Dhawabituhu, hlm. 2)

Berdasarkan pembahasan di atas maka hendaknya para pendidik memperhatikan cara-cara yang efektif dalam menegur anak ketika melakukan pelanggaran serta memberikan hukuman disesuaikan dengan kondisi anak. Adakalanya anak melakukan kesalahan dengan sengaja dan adakalanya mereka melakukannya tanpa kesengajaan. Dua hal yang berbeda dan membutuhkan penanganan yang berbeda. Jangan sampai kita bersikap lemah lembut yang seharusnya tegas. Bersifat keras yang seharusnya berlemah lembut dan kasih sayang. Semoga kita dimudahkan untuk mendidik anak-anak kita dengan baik. Wallahu a’lam bish shawwab.

 

Oleh : Alfaqir Ila Ghufronillah

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Stay Connected
16,985FansSuka
12,700PengikutMengikuti
2,458PengikutMengikuti
9,600PelangganBerlangganan
Must Read
- Advertisement -spot_img
Related News
- Advertisement -spot_img

Silakan tulis komentar Anda demi perbaikan artikel-artikel kami