Kelupaan maupun kekeliruan merupakan hal yang tidak luput dalam benak diri setiap insan. Apalagi saat dalam kondisi yang sangat sibuk, padat acara dan aktivitas sangat mungkin menyebabkan tidak fokus dalam mengerjakan tugas dan pekerjaan. Dan Na’udzubillah bila kondisi seperti ini menimpa diri kita di saat hendak melaksanakan ibadah. Mungkin karena terlalu sibuk sampai lupa atau keliru niatnya.
Barangkali sebagian kaum muslimin pernah mengalami hal di atas ketika hendak menunaikan shalat misalnya, niat hati mengerjakan shalat maghrib namun seharusnya adalah meniatkan shalat ashar yang sebenarnya belum ditunaikan. Maka dalam kasus ini ada beberapa permasalahan niat yang harus dibenahi ketika hendak menunaikan shalat berikutnya.
Mengingat niat adalah bagian yang krusial dalam aktivitas amal dan ritual ibadah, maka seorang muslim hendaknya meniatkan diri untuk shalat tertentu yang dimaksud. Pasalnya niat untuk shalat tertentu merupakan syarat sahnya shalat tersebut. Jika seseorang tidak meniatkan untuk shalat tertentu maka shalatnya tidak sah, apalagi bila dia meniatkan shalat tertentu tapi untuk shalat yang lain sebagaimana dalam kasus di atas. Maka berkenaan dengan ta’yin niat ini sebenarnya sudah banyak para ulama’ yang menjelaskannya, di antaranya sebagai berikut :
فَإِنْ كَانَتْ فَرِيضَةً لَزِمَهُ تَعْيِينُ النِّيَّةِ فَيَنْوِي الظُّهْرَ أَوْ الْعَصْرَ لِتَتَمَيَّزَ عَنْ غَيْرِهَا .
Jika shalatnya adalah shalat fardhu, maka ia harus menentukan untuk shalat apa, sehingga dia itu shalat zhuhur atau ashar (misalnya), yang demikian itu untuk membedakan antara satu shalat dengan shalat lainnnya. ( Asy-Syairazi, al-Muhadzab fi Fiqh al-Imam asy-Syafi’i, bab Shifah ash-Shalah, hal. 134 )
Seorang ulama’ bernama Ibnu Rusyd dalam kitabnya Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid menambahkan :
وَأَمَّا الصَّلَاةُ فَلَا بُدَّ فِيهَا مِنْ تَعْيِينِ شَخْصٍ الْعِبَادَةَ، فَلَا بُدَّ مِنْ تَعْيِينِ الصَّلَاةِ إِنْ عَصْرًا فَعَصْرًا، وَإِنْ ظُهْرًا فَظُهْرًا
Adapun dalam hal shalat, maka berniatnya seseorang harus ditentukan untuk ibadah apa, sehingga harus menentukan shalat apa. Bila shalatnya adalah shalat ashar, maka menentukan niat shalatnya adalah untuk shalat ashar, begitupun bila shalat zhuhur menentukan niat shalatnya untuk shalat zhuhur pula. ( Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, vol. 1, hal. 214 ).
Begitu pula penjelasan Az-Zarkasyi ketika men-syarah kitab nya Al-Kharaqi mengatakan :
ولا بد من تعيين الصلاة [فتعين] أنها ظهر، أو عصر، أو غير ذلك لتتميز عن غيرها، هذا منصوص أحمد
Menentukan untuk shalat apa adalah sebuah keharusan, sehingga bila seseorang menentukan (niat shalatnya) untuk shalat zhuhur, ashar, atau yang lainnya. Maka hal itu bertujuan untuk membedakan antara shalat yang satu dengan yang lainnya. Sebagaimana yang tercantum dalam madzhab imam Ahmad bin Hambal ( Az-Zarkasyi, Syarh az-Zarkasyid ‘ala Mukhtashar al-Kharaqi, vol. 1, hal. 539)
Jadi, kesimpulannya adalah jika seseorang keliru menentukan shalatnya seperti pada kasus di atas; maka bila setelah shalat dia yakin penentuan niat shalatnya itu salah berarti dia telah yakin kalau shalatnya itu telah batal, karena telah hilang salah satu syarat dari beberapa syarat sahnya shalat, yaitu niat.
Sehingga dengan demikian dia harus mengulangi lagi asharnya dengan menentukan niat shalatnya terlebih dahulu bila masih dalam kurun waktu shalat ashar, baru bila sudah tiba waktu maghrib dia menentukan niatnya untuk shalat maghrib. Namun bila ternyata sudah habis waktu ashar dan sudah masuk waktu maghrib, maka dia harus menentukan niat qadha’ shalat ashar terlebih dahalu baru kemudian untuk shalat maghribnya. Wallah A’lam bish Shawab.
Artikel ini diambil dari tanya jawab konsultasi syari’ah Pondok Pesantren Islam Darusy Syahadah