Daftar Isi
Manfaat Membaca Sirah Bagi Perkembangan Kognitif Remaja
Oleh Fikriyah Assalimah (Mahasantri Mahad Aly Li Tahil Al-Mudarrisat)
Belajar merupakan kegiatan yang harus terus dilangsungkan oleh manusia. Setiap manusia memiliki kewajiban untuk terus belajar sepanjang hidupnya, dari hal sekecil apapun. Sejak dalam kandungan, manusia telah memulai proses belajarnya,[1] dan usia tahap akhir dari perkembangan kognitif manusia adalah usia remaja.[2]
Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa ini ditandai dengan perubahan besar dari berbagai sisi, salah satunya sisi kognitif. Perubahan kognitif pada remaja berupa kemampuan untuk berpikir secara abstrak, hipotesis, dan logis.
Segala informasi yang didapat remaja akan diimajinasikan dengan kemungkinan lainnya.[3]
Masa remaja yang disebut sebagai masa pencarian identitas, membutuhkan sosok teladan untuk dijadikan panutan dalam kehidupannya. Allah ﷻ menjadikan bagi manusia sosok teladan abadi, sebagaimana Allah ﷻ berfirman
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
“Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu sekalian.”[4]
Rasulullah ﷺ menjadi teladan abadi dalam segala sisi kehidupannya, karena beliau merupakan manusia terbaik sepanjang masa. Sejak zaman menjelang kelahiran beliau, kisahnya menjadi teladan dan pelajaran bagi umat manusia.
Hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan beliau dan orang-orang di sekitar beliau juga patut dijadikan panutan. Beberapa masa setelahnya, muncul generasi-generasi yang selalu menjadikan beliau teladan dan senantiasa menjalankan sunah-sunahnya.
Zaman modern ini, justru banyak bermunculan orang-orang yang tidak mengikuti sunah Rasulullah ﷺ dari kalangan remaja. Penulis mendapati sebuah video social experiment yang ditayangkan oleh kanal youtube Lampu Islam.
Social experiment tersebut ditujukan untuk mahasiswa-mahasiswa di dua kampus Islam Jakarta, dan menguji pengetahuan mereka tentang sejarah hidup Rasulullah ﷺ.
Sebanyak 25 pertanyaan diajukan oleh host, dengan peserta sebanyak 27 orang. Jumlah pertanyaan yang mampu dijawab oleh para mahasiswa rata-rata sekitar 11 pertanyaan, selebihnya ada yang salah menjawab dan bahkan tidak bisa menjawabnya.[5]
Kasus di atas membuat miris siapapun yang melihatnya.
Mereka menuntut ilmu di lingkungan berbasis Islam, mengetahui sirah Rasulullah ﷺ walaupun tidak terlalu mendalam, tapi apa yang mereka ketahui tidak membawa dampak signifikan bagi kehidupannya.
Hal tersebut dapat dilihat dari sebagian cara mereka berpakaian dan bersikap. Seseorang yang telah memahami sirah Rasulullah ﷺ semestinya akan selalu berusaha bertindak dan berperilaku sesuai dengan sunnah beliau ﷺ.
Dilihat dari kisaran umur, mereka adalah para remaja yang telah sempurna perkembangan kognitifnya. Seseorang yang telah mencapai perkembangan kognitif tahap operasional formal, seharusnya mampu mengolah informasi yang diterima, mempertimbangkan, dan mengaplikasikan hal baik dari informasi yang diperoleh.[6]
Merujuk pada permasalahan di atas, diharapkan tulisan ini mampu menyadarkan kita semua akan pentingnya belajar sirah nabawiyah bagi perkembangan kognitif remaja.
Manfaat Mempelajari Sirah Nabawiyah
Belajar sirah nabawiyah diperlukan bagi perkembangan kognitif remaja. Di antara urgensi mempelajari sirah nabawiyah bagi perkembangan kognitif remaja adalah:
Menambah Pengetahuan dan Memperluas Wawasan
Ibnu Qayyim rahîmahullâh menyatakan bahwa kebutuhan seseorang untuk mengetahui Rasulullah ﷺ lebih penting dari kebutuhan lainnya. Seorang hamba sangat perlu untuk mengetahui petunjuk yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ, karena tidak ada jalan untuk mendapat keberuntungan kecuali lewat petunjuk tersebut.
Untuk mengetahui petunjuk yang dibawa Rasulullah ﷺ, harus dengan mempelajari dan mengetahui sirah beliau. [7] Belajar dan menambah ilmu pengetahuan tidak dibatasi bagi siapapun, dimanapun, dan kapanpun. Rasulullah ﷺ bersabda,
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُّلِ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.” [8]
Perkembangan otak manusia dalam mengolah pengetahuan atau informasi yang diperoleh memiliki tahapan-tahapan. Tahap terakhir bagi perkembangan kognitif terbaik manusia adalah periode remaja.[9]
Masa remaja merupakan masa saat kapasitas memperoleh dan menggunakan pengetahuan secara efisien berada pada puncaknya. Pertumbuhan otak remaja telah mencapai kesempurnaan, sehingga sistem saraf yang memproses informasi berkembang cepat.[10]
Remaja perlu untuk mempelajari berbagai disiplin ilmu dan menyerap berbagai informasi untuk memanfaatkan periode ini. Salah satu informasi dan disiplin ilmu fardhu yang perlu dipelajari remaja adalah sirah nabawiyah.
Sirah nabawiyah mengandung informasi-informasi baik yang dapat dijadikan pijakan bagi remaja dalam menjalani kehidupannya. Setelah mempelajari sirah nabawiyah, remaja dapat menekuni bidang ilmu lain sesuai petunjuk Rasulullah ﷺ.
Perkembangan kognitif tertinggi ini, jika dibarengi dengan informasi baik dan shahih dari sirah nabawiyah akan menghasilkan pribadi remaja salih yang mengamalkan sunnah Rasulullah ﷺ.
Menumbuhkan Cinta kepada Rasulullah ﷺ dan Menambah Keimanan
Seseorang yang beriman kepada Rasulullah ﷺ mestinya mencintai beliau ﷺ, sebab tidak sempurna iman seseorang sampai dia mencintai Rasulullah ﷺ melebihi kecintaannya kepada dirinya dan keluarganya. Rasulullah ﷺ bersabda,
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Tidaklah beriman seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada orang tuanya, anaknya dan dari manusia seluruhnya.” [11]
Mencintai Rasulullah ﷺ dapat mewujudkan kecintaan kepada Allah ﷻ dan berbalas mendapat cintanya Allah ﷻ. Salah satu cara untuk mencintai Rasulullah ﷺ adalah dengan mempelajari riwayat hidupnya.
Diharapkan dari hal tersebut timbul pemahaman dan penghayatan terhadap apa yang Rasulullah ﷺ bawa, sehingga kecintaan terhadap beliau lebih dalam lagi.[12] Setelah remaja mendapatkan berbagai informasi baik melalui sirah nabawiyah, selanjutnya akan timbul kecintaan terhadap Rasulullah ﷺ.
Buah dari mencintai Rasulullah ﷺ adalah semakin bertambah keimanan seseorang, sehingga remaja yang sedang mencari eksistensi agama semakin yakin dengan Islam.
Menjadi Teladan
Kehidupan Rasulullah ﷺ merupakan sebaik-baik kehidupan manusia. Setiap gerak-gerik Rasulullah ﷺ dalam kondisi apapun, tidak pernah lepas dari akhlak yang mulia dan etika yang tinggi, yang telah sampai pada puncaknya yaitu puncak kesempurnaan manusia.[13]
Allah ﷻ berfirman dalam mensifati Rasulullah ﷺ,
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berada di atas akhlak yang agung.”[14]
Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ ketika ditanya bagaimana akhlak Rasulullah ﷺ, beliau menjawab,
فَإِنَّ خُلُقَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ كَانَ القُرآنَ
“Sungguh akhlak beliau ﷺ adalah Al-Qur’an.” [15]
Bahkan seorang penyair Jerman berkata, “Saya mencari contoh ideal seorang manusia di dalam sejarah, maka saya mendapatkannya pada seorang Nabi Arab, Muhammad.”[16]
Remaja yang telah mencintai Rasulullah ﷺ akan menjadikan beliau sebagai teladan. Teladan terbaik inilah yang seharusnya selalu di contoh oleh remaja. Usia remaja adalah saat perkembangan kognitif mencapai tahap penalaran moral.
Tahapan ini sangat penting bagi remaja terutama sebagai pedoman menemukan identitas diri.[17] Seseorang yang sedang mencari identitasnya, akan berusaha “menjadi seseorang”.[18]
Tentunya itu membutuhkan referensi atau tokoh teladan yang baik, dan satu-satunya teladan terbaik adalah Rasulullah ﷺ. Remaja akan paham bahwasanya sirah Rasulullah ﷺ adalah aplikasi Al-Qur’an dan hadits.
Ketika seorang remaja ingin mengetahui praktek terbaik Al-Qur’an dan hadits, sirah Rasulullah ﷺ-lah jawabannya. Hal ini dikarenakan seluruh peristiwa dalam hidup Rasulullah ﷺ dituntun oleh wahyu.
Menjadi Tolak Ukur Benar atau Salahnya Amal Perbuatan
Allah ﷻ menyebutkan bahwasanya siapa yang benar-benar mencintai Allah ﷻ, hendaknya mengikuti Rasul-Nya ﷺ.
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”[19]
Keteladanan yang remaja peroleh dari sirah nabawiyah, menjadikan remaja mendapat tolak ukur untuk segala perbuatannya. Seorang remaja yang telah mencapai tahap perkembangan penalaran moral pasti memerlukan patokan dalam menentukan tindakannya.[20]
Kesempurnaan otak pada tahap remaja memungkinkan mereka memahami sirah nabawiyah bukan hanya sekadar cerita, tapi dapat menjadi tolak ukur dalam menentukan baik dan buruknya sesuatu.[21]
Orientasi remaja tidak lagi hanya seputar duniawi, tapi mencontoh Rasulullah yang menjadikan akhirat sebagai prioritas berorientasi.
Pada akhirnya, remaja akan lebih memahami hukum-hukum dalam suatu ayat Al-Qur’an, karena Al-Qur’an turun atas dasar permasalahan yang terjadi pada zaman Rasulullah ﷺ dan para shahabat.
Seorang remaja perlu untuk mempelajari sirah nabawiyah, agar ia mengetahui pelaksanaan syariat Islam yang sesuai dengan yang Rasulullah ﷺ ajarkan kepada para shahabatnya ajarkan.
Referensi
[1] Nurla Isna Aunillah, Fiqih Kehamilan dan Melahirkan, (Yogyakarta: Araska, 2016), hal. 70.
[2] Kayyis Fithri Ajhuri, Psikologi Perkembangan: Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Yogyakarta: Penebar Media Pustaka, 2019), hal. 126.
[3] Ibid, hal. 127.
[4] QS. Al-Ahzab: 21.
[5] https://youtu.be/F2BGUOUfIyM, diakses pada Senin 17 Juli 2023, 10.08 WIB.
[6] Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2017), hal. 194.
[7] Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Zâd al-Ma’âd Fi hadyi khairi al-Ibâd, vol. 1, (Kairo: al-Dar al-‘Amiyyah li al-Nasyri wa al-Tajlid, 2014), hal. 25-26.
[8] HR. Anas bin Malik, Sunân Ibnu Mâjah, Bab Fadhlu al-‘Ulama wa al-Hatstsu ‘Alâ Thalaba al-‘Ilmi, no. 224.
[9] Kayyis Fithri Ajhuri, Psikologi …., hal. 127.
[10] Desmita, Psikologi …., hal. 194.
[11] HR. Anas bin Malik, Shahîh Bukhâri, Bab Hubbu al-Rasûl Min al-Ȋmân, no. 15.
[12] Muhammad Syafi’i Antonio, Muhammad SAW: The Super Leader Super Manager, (Jakarta: ProLM Centre, 2007), hal. 34.
[13] Raghib al-Sirjani, Rasulullah Teladan untuk Alam Semesta, terj. Arif Rahman Hakim, hal. 2.
[14] QS. Al-Qalam: 4.
[15] HR. Hafshah bin Umar, Sunân Abi Dâwud, Bab Fi Shalât al-Lail, no. 1342.
[16] Raghib al-Sirjani, Rasulullah …., hal. 19.
[17] Desmita, Psikologi …., hal. 206.
[18] Ibid, hal. 211.
[19] QS. Ali Imran: 31.
[20] Desmita, Psikologi …., hal. 210.
[21] Abdurrazaq bin Abdul Muhsin al-Badr, Min Fawâid Dirâsah al-Sîrah al-Nabawiyah, dalam www.al-badr.net, diakses pada Kamis 03 Agustus 2023, 11.40 WIB.