Saat mendidik anak, setiap orang tua hendaknya mengajarkan sirah Nabawiyah kepada anak-anaknya. Sirah Nabawiyah merupakan seri perjalanan hidup seorang manusia pilihan yang menjadi parameter hakiki dalam membangun potensi umat. Sehingga, mempelajarinya bukan sekadar untuk mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa itu. Melainkan, mengkajinya untuk menarik pelajaran dan menemukan rumusan kesuksesan generasi masa lalu untuk diulang di kehidupan saat ini.
Melalui pemahaman sirah nabawiyah yang tepat, anak akan mendapatkan gambaran yang utuh dan paripurna tentang hakikat Islam dan terbangun semangatnya untuk merealisasikan nilai-nilai yang didapat dalam kehidupannya saat ini. Apalagi sasaran utama dari kajian sirah adalah mengembalikan semangat juang untuk merebut kembali kejayaan yang pernah dimiliki umat Islam. Oleh karena itu penting sekali anak-anak kaum muslimin mengetahui perjalanan hidup manusia pilihan, Rasulullah SAW.
Kewajiban Mengenal Rasulullah
Di antara pokok agama yang harus diketahu oleh seorang hamba adalah pengetahuannya terhadap Nabinya, setelah ia mengetahui Rabbnya dan agamanya. Pengetahuan terhadap Nabi mengandung lima perkara:
- Mengetahui nasab beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang paling mulia nasabnya.
- Mengetahui tahun dan tempat kelahiran beliau serta tempat hijrahnya
- Mengetahui kehidupan belilau shallallahu ‘alaihi wasallam pada masa kenabian, yaitu selama dua puluh tiga tahun.
- Dengan apa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam diangkat menjadi Nabi dan Rasul.
- Ajaran apa beliau diutus dan kepada siapa beliau diutus?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diutus dengan membawa tauhidullah (mengesakan Allah) dan syari’atnya yang mencakup menjalankan perintah dan meninggalkan larangan. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam diutus sebagai rahmat untuk seluruh alam semesta untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan syirik, kekufuran dan kebodohan kepada cahaya ilmu, iman dan tauhid sehingga mereka meraih ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala, keridhaan-Nya dan selamat dari siksa dan murka-Nya.
Urgensi Mengajarkan Sirah Nabawiyah
Anak harus mengenal dengan baik Rasulullah SAW. Baik sifat-sifat, akhlak, perilaku, kesungguhan beliau dalam beribadah dan lain sebagainya. Oleh karena itu hendaknya orang tua tidak mengabaikan pelajaran sirah kepada anak-anaknya, sehingga anak mengenal lebih dekat Rasulullah.
Adapun di antara urgensi mengajarkan sirah nabawiyah kepada anak-anak, adalah sebagai berikut:
Memahami Pribadi Rasulullah SAW
Dengan mengajarkan sirah anak dapat memahami celah kehidupan Rasulullah saw. sebagai individu maupun sebagai utusan Allah swt. Sehingga, anak tidak keliru mengenal pribadinya sebagaimana kaum orientalis memandang pribadi Nabi Muhammad SAW sebagai pribadi manusia biasa. Allah berfirman, “Hai nabi, sesungguhnya kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, Dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang mukmin bahwa Sesungguhnya bagi mereka karunia yang besar dari Allah.” (Al-Ahzab: 45-47).
Meneladani Rasulullah
Suri teladan merupakan sesuatu yang penting dalam hidup ini sebagai patokan atau model ideal. Model hidup tersebut akan mudah didapatkan dalam kajian sirah nabawiyah yang menguraikan kepribadian Rasulullah saw. yang penuh pesona dalam semua sisi. Allah berfirman:
لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا ٢١
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan meneladani beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai bukti kecintaan seseorang kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala:
قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ ٣١
“Katakanlah; ”Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali ‘Imraan: 31)
Allah menjanjikan kecintaan dan ampunan dari-Nya bagi orang-orang yang meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Tentunya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dapat dijadikan suri teladan dengan cara mengenal sejarah perjalanannya dan petunjuk-petunjuknya. Tidak mungkin kita bisa meneladani beliau shallallahu ‘alaihi wasallam kecuali dengan mengetahui Sirah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Suatu kewajiban yang tidak bisa sempurna kecuai dengan adanya sesuatu hal, maka sesuatu hal tersebut adalah wajib. Maka jika kita wajib meneladani beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, maka wajib pula sesuatu yang menyempurnakan kewajiban itu, yaitu mengetahui Sirah.
Mencintai Rasulullah
Wajib bagi setiap muslim untuk mencintai Rasulullah, Muhammad saw. Karena, beliau lah yang telah menyeru kepada Allah swt, mengenalkan-Nya, menyampaikan syariat-Nya dan menjelaskan hukum-hukum-Nya. Sehingga, tidak akan terwujud kebaikan bagi orang-orang yang beriman, baik di dunia maupun di akhirat melainkan melalui usaha Rasul ini. Dan tidaklah seseorang akan masuk surga, kecuali dengan mencintai, mentaati dan mengikutinya, saw.
Telah diriwayatkan mengenai kekhususan mencintai beliau saw. dan wajibnya mendahulukan kecintaan tersebut atas kecintaan terhadap segala sesuatu yang dicintai selain Allah dalam sabda beliau saw.:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian hingga aku menjadi orang yang lebih ia cintai daripada anaknya, orang tuanya dan manusia seluruhnya.”(Muttafaq alaihi)
Bahkan disebutkan bahwa seorang mukmin harus lebih mencintai Rasulullah saw. daripada dirinya sendiri. Sebagaimana diriwayatkan bahwa Umar bin Al-Khaththab r.a. pernah berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ لأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلاَّ مِنْ نَفْسِي فَقَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ فَإِنَّكَ الآنَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي فَقَالَ الآنَ يَا عُمَرُ
“Wahai Rasulullah, sungguh Anda adalah orang yang lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali diriku sendiri.” Maka beliau saw. bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, hingga aku menjadi orang yang lebih engkau cintai dari dirimu sendiri.” Umar berkata kepada beliau saw., “Sungguh, Anda sekarang adalah orang yang lebih saya cintai daripada diri saya sendiri”. Lantas beliau bersabda, “Sekarang barulah keimananmu sempurna wahai Umar.” (HR Al-Bukhari)
Berdasarkan hadits di atas, maka mencintai Rasulullah saw. merupakan suatu kewajiban dan harus didahulukan atas kecintaan terhadap segala sesuatu selain kecintaan kepada Alloh.
Dengan mengenal Rasulullah akan menjadikan anak lebih mencintai, menghormati, memuliakan dan mengagungkan Nabi kita tercinta Mumammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Cinta yang tumbuh di atas ilmu, bukan sekadar perasaan yang diwariskan dari nenek moyang. Dan cinta yang tumbuh di atas ilmu adalah kecintaan yang diinginkan (oleh syari’at).
Menambah Keimanan dan Komitmen pada Ajaran Islam
Sebagai salah satu ilmu Islam, diharapkan kajian sirah ini dapat menambah kualitas iman. Dengan mempelajari secara intens perjalanan hidup Rasulullah, diharapkan keyakinan dan komitmen akan nilai-nilai islam orang-orang yang mempelajarinya semakin kuat. Bahkan, mereka mau mengikuti jejak dakwah Rasulullah saw.
Yang paling penting dalam memahami sirah nabawiyah adalah upaya untuk merebut kembali model kepemimpinan umat yang hilang. Kepemimpinan yang dapat memberdayakan umat dan untuk kemajuan mereka. Nabi Musa a.s. membangkitkan kaumnya atas kelesuan berbuat bagi kemajuan bangsa dan negerinya. Sehingga beliau mengingatkan kaumnya atas anugerah nikmat yang diberikan Allah swt. pada mereka tentang model kepemimpinan umat yang pernah ada pada sejarah mereka.
Allah berfirman, “Dan (Ingatlah) ketika Musa Berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorang pun di antara umat-umat yang lain.” (Al-Maa-idah: 20).
Jadi, nilai utama yang hendak dibangun kembali dengan mengajarkan sirah nabawiyah adalah menumbuhkan semangat pada anak untuk berbuat demi kemajuan agama dan umat meraih harga dirinya di hadapan umat-umat yang lain.
Pengetahuan terhadap sirah akan menghantarkan kepada bangkitnya semangat juang untuk merebut kembali model kepemimpinan umat. Sehingga, umat dapat merasakan kenikmatan dalam hidup yang penuh anugerah. Kehidupan mereka tidak terzhalimi sedikit pun. Bahkan mereka dapat dengan jelas melihat harapan dan obsesinya ke depan.
Para Salaf Mengajarkan Sirah Nabi kepada Anak-anak Mereka
Para salafush shalih begitu bersemangat dalam mempelajari sirah Nabi dan mengajarkannya kepada anak-anak mereka. Hingga mereka mengajarkan sirah nabawiyah sam mengajarkan Al Qur’an. Karena sirah merupakan penerjemah (penafsir) makna-makna Al Qur’an. Selain itu, sirah juga dapat membangkitkan emosi dan memberikan pengaruh yang menakjubkan di dalam jiwa, menanamkan kecintaan dan dan jihad di jalan Allah.
Diriwayatkan dari Ismail bin Muhammad bin Sa’d bin Abi Waqqas, beliau berkata, “Ayahku mengajarkan kepadaku tentang sejarang perang Nabi dan ekspedisinya. Ia mengatakan kepadaku, “Wahai anakku, sesungguhnya ia merupakan kemuliaan bapak-bapak kalian, maka jangan sampai kalian melupakannya.”
Zainul Abidin bin Husain bi Ali berkata, “Kami mengetahui soal perang-perang Rasulullah sebagaimana kami mengetahui surat-surat yang ada di dalam Al Qur’an.”
Anak-anak para salaf pun hafal sifat-sifat luhur Rasulullah. Shalih bin Mas’ud, salah seorang tabi’in pernah bertanya tentang sifat Nabi SAW kepada Juhainah. Juhainah adalah salah seorang shahabat yang masih kecil dan baru menginjak remaja ketika Nabi wafat. Ia berkata, “Rasulullah berkulit putih dan pipi beliau berwarna abu-abu.” (Diriwayatkan Al Bukhari dan At Tirmidzi)
Demikianlah seharusnya orang tua, mengajarkan sirah Nabawiyah kepada anak-anaknya. Agar mereka mengenal Nabinya dengan baik. Karena dengan begitu kan menjadikan mereka lebih mencintai, memuliakan dan meneladari beliau. Wallahu ‘alam bish shawaab.
Oleh : Ust. Yazid Abu Fida’