Beberapa pengamat menilai adanya perbedaan yang nampak antara karakter generasi yang lahir dan tumbuh sebelum tahun 90-an dengan generasi sesudahnya. Generasi pertama, secara umum tumbuh dengan kesederhanaan dan keterbatasan fasilitas. Sehingga jika mereka menginginkan sesuatu, mereka harus bersabar atau berusaha terlebih dulu jika ingin harapannya segera terwujud. Sedangkan generasi kedua tumbuh saat teknologi semakin maju dan fasilitas semakin mudah. Sehingga mereka bisa mendapatkan keinginan dan kebutuhan mereka dengan mudah dan instan.
Alhasil, dengan latar belakang yang berbeda generasi pertama tumbuh dewasa dengan mental yang kuat, ulet, kerja keras dan keinginan dan pandangan ke depan yang jelas. Sedangkan generasi kedua tergambar seperti yang banyak dikeluhkan para guru dan orang tua hari ini; malas belajar, apa-apa harus disuruh, kalau tidak disuruh tidak jalan dan ungkapan lainnya yang menunjukkan rendahnya cita cita dan motivasi .
Memiliki cita-cita/harapan yang tinggi (uluwwul himmah) adalah sifat yang terpuji. Dari sini lahirlah keinginan yang kuat ( quwwatul irodah ) yang kemudian akan mengantarkan seseorang untuk mau bekerja keras, belajar sungguh-sungguh, pantang menyerah, tahan terhadap kesulitan dan tekanan, serta bersedia untuk mengerahkan segala usaha, fikiran, waktu dan tenaga untuk mencapai apa yang dicita-citakan.
Salafush shalih telah memberi contoh kepada kita bagaimana mereka memiliki himmah/cita-cita yang tinggi. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu saat mendengar Rasulullah sedang mengabarkan tentang pintu-pintu surga yang akan memanggil para penghuninya, sehinggga ada orang yang dipanggil oleh pintu shalat, pintu sedekah, pintu jihad dsb. Maka Abu Bakar pun bertanya: “Wahai Rasulullah, adakah orang yang dipanggil dari semua pintu tersebut ? “
Nabi menjawab : “Ada. Dan semoga engkau termasuk dari mereka wahai Abu bakar.” ( HR. Bukhari, No 3666)
Begitu pula kita mendapati kisah Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, di saat rekan-rekannya yang lain mendapatkan pembagian kambing-kambing dari Rasulullah. Ia tidak menginginkan seperti yang didapatkan teman temannya, tapi beliau malah meminta agar Rasulullah mengajarkan seluruh ilmu yang telah Allah ajarkan kepada Rasulullah, sehingga menjelmalah Abu Hurairah menjadi sahabat yang sangat menguasai hadits Nabi.
Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata : “Janganlah kalian mengecilkan himmah kalian, karena aku tidak melihat sesuatu yang menahan langkah seseorang (untuk beramal) daripada rendahnya himmah/ cita-cita”.
Dan inipun dibuktikan, ketika suatu saat Umar bersama para sahabatnya, tiba-tiba ia berkata, “Berangan-anganlah kalian”.
Salah seorang sahabat lalu berkata, “Aku ingin memiliki uang dirham yang banyak, memenuhi rumah ini, lalu aku infakkan di jalan Allah.
Kemudian salah seorang sahabat berkata, “Aku ingin memiliki emas banyak, yang memenuhi rumah ini, lalu aku infak kan di jalan Allah.
Kemudian Umar berkata, “Namun aku ingin rumah ini dipenuhi sosok-sosok seperti Abu Ubaidah Al Jarrah.
Lalu para sahabatpun terdiam, tak bersuara, mengingat keutamaan sahabat Abu Ubaidah Al jarrah.
Inilah yang kiranya mulai pudar dalam kehidupan kita dan anak anak kita hari ini, fenomena rendahnya cita-cita dan lemahnya keinginan dapat kita rasakan. Akibatnya sikap pasif, apatis, miskin amal, merasa tidak butuh terhadap ilmu dan keinginan untuk hidup santai, tanpa masalah dan enggan untuk susah menjadi gaya hidup.
Seorang yang memiliki himmah/cita-cita yang tinggi, biasanya nampak dengan sifat mereka yang tidak merasa cukup dengan apa yang sudah diraihnya. Mereka selalu memiliki pandangan kedepan, harapan/target yang tinggi serta motivasi untuk mencapai apa yang mereka harapkan. Mereka juga memiliki tekad yang kuat, teguh pendirian, mau bersusah payah dan rela mengorbankan kesenangan sesaat untuk tujuan jangka panjang. Mereka tidak mudah terbawa arus bahkan bisa membawa pengaruh bagi orang lain. Terkadang mereka mengeluhkan sempitnya waktu, tetapi di luar itu mereka orang yang mudah menerima nasehat dan masukan yang bermanfaat.
Banyak upaya yang dapat ditempuh, jika kita menginginkan adanya himmah ’ aliyah ini ada pada diri kita, anak didik ataupun keluarga kita, antara lain ;
- Memohon kepada Allah ta’ala agar diberikan himmah ‘aliyah dan kekuatan untuk meraihnya. Sebagaimana Rasulullah mengajarkan doa kepada kita:
اللَّهُمّ لاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا
“Ya Allah janganlah engkau jadikan dunia menjadi cita-cita / harapan terbesar kami”
- Banyak mencari inspirasi dari kehidupan para salaf dan tokoh-tokoh besar bagaimana mereka memliki himmah ‘aliyah dan mewujudkannya dalam kehidupan mereka
- Mujahadah / bersungguh-sungguh dan rela berkorban
- Mengkaji ulang kegiatan rutin harian untuk lebih memprioritaskan amal yang penting daripada yang tidak bermanfaat
- Bijak dalam memilih teman, lebih baik jika dapat berteman dengan orang yang yang memiliki himmah ‘aliyah sehingga bisa memotivasi saat lemah atau futur
- Tidak berlebihan dalam menikmati hal yang mubah dan menghindari pola hidup yang ingin serba mudah dan instan
- Mengingatkan dan memotivasi diri sendiri dengan menuliskan keinginan dan harapan yang ingin dicapai dan melakukan muhasabah
- Menghindari hal-hal yang dapat melunturkan himmah
Semogaa Allah menjadikan kita menjadi hamba-hamba-Nya yang memiliki ketinggian cita-cita dan memudahkan kita untuk mencapainya. Aamiin.
Oleh : Ustadzah Suryani Arfa