Ibarat sebuah pasukan, hati bagi anggota tubuh yang lainnya ibarat panglima bagi pasukannya. Jika panglimanya baik maka pasukannya pun akan baik mengikuti panglima, namun jika panglimanya jahat maka pasukannya pun ikut berbuat jahat .
Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
وإنَّ في الجسد مضغة ، إذا صلَحتْ صلَحَ الجسدُ كلُّه ، وإذا فسدت فسدَ الجسدُ كلُّه ، ألا وَهِي القلبُ». أخرجه البخاري
Dan sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging, jika ia baik maka baiklah seluruh anggota tubuhnya, dan jika rusak maka rusaklah seluruh anggota tubuhnya.ingatlah itu adalah hati (Bukhari).
Urgensi Hati.
Selain sebagai pusat kendali, hati juga memiliki nilai strategis lainnya. Diantaranya adalah:
- Hati merupakan nilai diri kita di hadapan Allah.
Dari seluruh anggota tubuh kita, tidak ada yang dinilai Allah selain hati. Ketampanan, kekuatan fisik dan kelebihan kelebihan lainnya tidak lantas membuat kita dekat dengan Allah. Bukankah Abu Lahab lelaki yang sangat tampan dan istrinya juga perempuan yang sangat cantik? Tetapi karena hatinya jahat maka ia pun dinash Allah sebagai penghuni neraka.
Rasulullah saw bersabda:
إِنَّ الله لا ينظرُ إِلى صوركم وأَموالكم ، ولكن ينظر إِلى قلوبكم وأعمالكم». هذه روايات مسلم
Sesungguhnya Allah tidak akan melihat kepada rupa dan harta kalian, tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian (Muslim).
Maka seharusnyalah kita berusaha terus memperbagus kondisi hati kita. Melebihi semangat kita dalam memperbagus lahiriah kita, rumah kita maupun kendaraan kita. Karena semua itu hanya kepatutan dunia, sedangkan pembenahan hati merupakan modal untuk menjadikan semua tadi bernilai akherat. Dan baiknya hati akan menjadikan nilai kita melambung tinggi di hadapan Allah.
Allah berfirman:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُم
Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah diantara kalian adalah orang yang paling bertakwa. Dan Nabi memberi tahukan bahwa:
التقوى هاهنا ، التقوى هاهنا، التقوى هاهنا – ويشير إِلى صدره
Taqwa itu disini, taqwa itu di sini, taqwa itu di sini sembari beliau menunjuk ke dada beliau (Muslim).
Sehingga seseorang dengan penampilan sama pun bisa berbeda jauh nilainya di hadapan Allah. Bahkan pernah Rasulullah saw mengabarkan:
عن سهل بن سعد – رضي الله عنه – قال : مَرَّ رجل على رسولِ الله -صلى الله عليه وسلم-، فقال لرجل عندهُ جالِس : ما رأيك في هذا ؟ فقال : رجل من أشْرافِ النَّاسِ، هذا واللهِ حَرِيّ إن خَطَبَ أن يُنكَحَ ، وإن شَفَع أن يُشفَّعَ ، قال : فسكت رسولُ الله -صلى الله عليه وسلم- ، ثم مَرَّ رجل، فقال له رسولُ الله -صلى الله عليه وسلم- : ما رأيكَ في هذا ؟ فقال: يا رسول الله ، هذا رجل من فُقَراءِ المسلمين ، هذا حَرِيّ إن خطب أنْ لا يُنكح، وإن شَفَعَ أن لا يُشَفَّعَ ، وإن قال : أن لا يُسْمَعَ لقوله ، فقال رسولُ الله -صلى الله عليه وسلم- : «هذا خير[ص:231] من مِلءِ الأرض مِثلِ هذا» أخرجه البخاري ومسلم.
Dari Sahal bin Sa’ad radhiyallah anhu berkata: Seorang laki laki lewat di hadapan Rasulullah saw, lalu beliau bersabda kepada seseorang yang duduk bersama beliau: “Bagaimana pendapatmu dengan orang ini tadi? “Sahabat menjawab: “Ia merupakan orang yang paling terhormat. Orang tadi demi Allah jika melamar pasti diterima dan jika meminta bantuan pasti dibantu. Lalu Rasulullah saw terdiam. Kemudian lewat orang berikutnya. Lalu Rasulullah saw kembali bersabda: “Bagaimana pendapatmu tentang orang ini?” Orang tadi berkata, “Ya Rasulullah, lelaki ini dari kalangan orang fakir dari kaum muslimin. Jika ia melamar tentu tidak akan diterima. Dan jika meminta bantuan tentu tidak akan dibantu. Lalu Rasulullah saw bersabda : Orang ke dua ini lebih baik sepenuh bumi daripada orang pertama.” (Bukhari dan Muslim).
Lihatlah, satu orang nilainya bisa melebihi sepenuh bumi orang lain . Dengan apa jika tidak dengan apa yang ada di hati .
- Rusaknya hati berakibat kepada lemahnya kekuatan ummat.
– عن ثوبان رضي الله عنه – قال : قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم- : «يوشكُ الأُمَمُ أنْ تَدَاعَى عليكم كما تَدَاعَى الأَكَلةُ إلى قَصْعَتِها، فقال قائل : من قِلَّة نحن يومئذ ؟ قال : بل أنتم يومئذ كثير، ولكنَّكم غُثاء كَغُثَاءِ السَّيْلِ، ولَيَنْزِعَنَّ الله مِنْ صدور عدوِّكم المهابةَ منكم، وليقذفنَّ في قُلُوبكم الوَهْنَ، قيل : وما الوْهنُ يا رسول الله ؟ قال : حُبُّ الدُّنيا، وكراهيَةُ الموتِ» أخرجه أبو داود.
Dari Tsauban ra berkata: Rasulullah saw bersabda: Rasulullah saw bersabda: “hampir saja ummat ummat mengepung kalian sebagaimana makanan dimakan di piringnya. Ada yang bertanya: “Apakah karena jumlah kita yang sedikit saat itu?” Beliau menjawab,”bahkan jumlah kalian hari itu banyak, tetapi kalian seperti buih di lautan.dan Allah mencabut rasa takut dari dada musuh kalian terhadap kalian, dan Dia akan memeberikan kepada hati kalian penyakit wahnu.” Ditanyakan: Apakah wahn itu ya Rasulullah?” Beliau menjawab,”Cinta dunia dan takut mati.” (Abu Dawud).
Nampak jelas dari keterangan Rasul bahwa kehinaan ummat adalah saat hati mereka tidak disinaridengan kekuatan iman. Rusaknya hati dengan cinta dunia justeru menyebabkan ummat terpuruk dalam kepungan musuh.
- Keselamatan di akherat tergantung kepada bersihnya hati.
إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ
Satu hari yang tidak bermanfaat lagi harta dan anak anak, Kecuali yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat. (Syuara :88,89).
Hanya hati yang dipenuhi cahaya tauhid dan terhindar dari kotoran syirik yang selamat di akherat. Hati yang di dunia dipenuhi ma’rifat kepada Allah, menghamba kepada-Nya tunduk taat, cinta, takut, berharap, selalu kembali kepada-nya dan hanya beratawakkal serta tenang dengan mengingat-Nya yang akan terselamatkan dari fitnah hati. Baik berupa fitnah syubhat maupun syahwat. Ialah hati yang nanti bisa memimpin anggota tubuhnya bertemu Allah dengan selamat.
Cara Membenahi Hati.
- Khulwah dan bertafakkur terhadap hakekat kehidupan.
Sesungguhnya hati manusia selalu sibuk dengan memikirkan sesuatu. Bisa memikirkan dunia dan kesibukannya, juga memikirkan was was yang dihembuskan setan. Bisa juga memikirkan tentang kehidupan akherat. Maka agar hati hidup hendaknya hatinya selalu disibukkan dengan fikiran fikiran positip.
Hendaklah seseorang punya waktu untuk merenung tentang rendahnya nilai dunia. Bahwa sebesar apapun urusan dunia dalam pandangan manusia, tetaplah itu perkara kecil dibanding urusan akherat. Karena dunia dalam pandangan Allah, tidaklah lebih tinggi nilainya dibanding sayap nyamuk dalam pandangan kita. Sehingga jika keyakinan ini telah terpatri di hati, tentu ia tidak akan mengutamakan urusan dunia dibanding urusan akherat. Kemudian hendaklah hati juga merenungkan kehidupan setelah mati, peristiwa kherat sampai kepada jannah dan neraka. Bagaimana kesudahan ahli hawa nafsu yang harus merasakan panasnya api neraka. Dan bagaimana kesudahan orang beriman yang bermandikan kenikmatan bersama para bidadari jelita. Jika suasana hati bisa diarahkan seperti ini, maka seorang hamba akan dengan mudah bersegera menuju ketaatan kepada Rabbnya dan menjauhi kemaksiatan kepada-Nya.
- Menguatkan tadzakkur.
Idealnya seorang muslim dalam kondiisi apapun selalu berdzikir kepada Allah, mengikuti kebiasaan Rasulullah saw. Beliau disifati Aisyah ra:
عائشة – رضي الله عنها – : قالت : «كان رسولُ الله -صلى الله عليه وسلم- يذكرُ الله -عزَّ وجلَّ – على كلِّ أحيَانه» أَخرجه مسلم
Dari Aisyah ra berkata, “Adalah Rasulullah saw selalu berdzikir kepada Allah dalam setiap keadaan beliau.” (Muslim).
Demikian pula Al Qur’an mensifati kriteria ulul albab diantaranya adalah yang selalu berdizikir. Firman-Nya:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ (190) الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang terdapat tanda tandabagi orang yang berakal, yaitu orang orang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan berdiri, duduk, dan berbaring. Dan memikirkan penciptaan langit dan bumi .Lalu berkata Ya Rabb kami, tidak ada ciptaan-Mu yang sia sia , maha suci Engkau maka jagalah kami dari siksa neraka (Ali Imron :190-191).
Ibnu Taimiyah rahimahullah mensifati hubungan dzikir dengan hati dalam ungkapan beliau: “Sesungguhnya dzikir bagi hati ibarat air bagi ikan. “ Bagaimana keadaan ikan tanpa adanya air? Tentu akan menjadi ikan mati. Begitu pula hati yang tidak kenal berdzikir tentu akan menjadi hati kering yang jauh dari petunjuk Allah.
Diantara dzikir yang sangat bermanfaat bagi hati adalah Al Qur’an. Ialah sebaik baik perkataan. Firman Allah yang dengannya Allah hidupkan hati para hamba. Al Qur’an adalah ruhnya hati. Firman-Nya:
وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلَا الْإِيمَانُ وَلَكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Demikianlah Kami wahyukan kepada-Mu ruh dari Kami, sebelumnya engkau belum tahu apa itu kitab dan iman, namun Kami jadikan ia cahaya yang Kami beri petunjuk dengannya siapa saja yang Kami kehendaki dari para hamba Kami, dan sesungguhnya Engkau memberi petunjuk ke jalan yang lurus(Syura:52)
Akrab dengan Al Qur’an, menjadikan hati hidup tersirami wahyu. Apalagi jika membacanya dengan tadabbur, tentu akan berpengaruh dahsyat bagi sehatnya hati. Sebagaimana sebagian salaf yang karena khusu’nya meresapi makna Al Qur’an sampai terbawa hanyut dalam membacanya. Salah satunya adalah peristiwa seorang sahabat Anshar yang sedang berjaga malam. Lalu beliau memanfaatkan untuk qiyamu lail. Saat sedang berdiri membaca Al Qur’an tiba tiba panah musuh melesat mengenai punggung beliau. Namun beliau tidak menghiraukannya sampai 3 panah mengenai beliau, dan beliau tetap menyelesaikan shalatnya. Setelah selesai shalat beliau bangunkan sahabat lain yang bersamanya. Saat mengetahui keadaan temannya , beliau menanyakan mengapa tidak membangunkan sejak tadi. Sahabat Anshar menjawab, saya sedang membaca surat dalam Al Qur’an, dan saya sayang untuk memutuskan bacaannya.” Kita juga mendengar bagaimana sahabat Abu Bakar ra sering sekali menangis saat membaca Al Qur’an. Menunjukkan kebersihan hati beliau. Maka menguatkan interaksi dengan Al Qur’an , berarti menguatkan kekuatan hati. Wallahu a’lam bi showab.