Kita sering mendengar di berbagai ceramah dan kajian bahwa saat memasuki bulan Ramadhan setan dibelenggu.
Namun faktanya, banyak orang-orang yang masih eksis melakukan perbuatan maksiat di bulan suci ini, baik secara sembunyi-sembunyi bahkan secara terang-terangan.
Sehingga kita sempat berpikir, bagaimana mungkin pelaku maksiat masih bisa menjalankan kemaksiatannya tanpa bujuk rayu dan godaan setan?
Padahal setan dalam keadaan terbelenggu di bulan Ramadhan.
Untuk memecah kebuntuan apakah setan masih bisa menggoda manusia di bulan Ramadhan atau tidak, maka perlu mengkaji riwayat hadits dengan benar sebagaimana yang dipahami oleh para ulama yang akan kita bahas sebagai berikut.
Diriwayatkan oleh Bukhari, no. 1899. Muslim, no. 1079, dari Abu Hurairah radhiallahu ’anhu, sesungguhnya Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ ، وَسُلْسِلَتْ الشَّيَاطِينُ
“Apabila bulan Ramadan tiba, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu ditutup dan syaitan-syaitan dibelenggu.”
Para ulama berbeda (pendapat) mengenai makna dibelenggunya syaitan-syaitan pada bulan Ramadan, menjadi beberapa pendapat.
Al-Hafidz Ibnu Hajar berpendapat seraya menukil dari Al-Hulaimy, “Kemungkinan maksudnya adalah para setan tidak bersungguh-sungguh menggoda kaum muslimin, sebagaimana yang mereka lakukan di bulan lainnya, karena kesibukan (manusia beribadah).
(Atau) yang dimaksud para setan (yang dibelenggu) adalah sebagian mereka, yaitu dari jenis pembangkang di antara mereka.
(Atau yang dimaksud) dibelenggu adalah dibelenggu dengan puasa yang berfungsi menekan dorongan syahwat, atau dengan bacaan Al-Qur’an dan dzikir.
Yang lainnya (selain Al-Hulaimy) berkata, “Maksud dibelenggu adalah diikat dengan rantai.”
Iyadh berkata, “Ada kemungkinan maknanya sesuai zahir dan hakekatnya. Yaitu sebagai tanda bagi para malaikat akan masuknya bulan Ramadan, agar mereka mengagungkan kesuciannya dan melarang para setan mengganggu kaum beriman.
Kemungkinan juga (maknanya) sebagai simbol banyaknya pahala dan pengampunan. Dan berkurangnya gangguan setan, sehingga seakan-akan mereka dibelenggu.”
Dia berkata, “Yang menguatkan kemungkinan kedua ini adalah ungkapan dalam riwayat Yunus dari Ibnu Syihab dalam riwayat Muslim, (yaitu ungkapan) ‘Pintu-pintu rahmat dibuka’.”
Dia juga berkata, “Bahwa kemungkinan (makna) dibelenggunya setan adalah simbol dilemahkannya (setan) dalam menggoda dan menghias syahwat.”
Zain bin Munayyir berkata, “Pendapat pertama (makna dibelenggu secara zahir) lebih tepat. Lafaz ini tidak perlu dialihkan dari zahirnya.” (Fathul Bari, 4/114)
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya tentang sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “Setan-setan dibelenggu” padahal kita lihat ada orang-orang yang dapat kerasukan (jin) pada siang hari Ramadan, bagaimana setan-setan dibelenggu (sementara) sebagian orang ada yang kerasukan (jin)?
Beliau menjawab dengan mengatakan, “Dalam sebagian riwayat hadits (disebutkan) “Setan-setan pembangkang dibelenggu (di bulan Ramadan)” atau “diikat”, yaitu dalam riwayat Nasa’i.
Hadits seperti ini termasuk perkara ghaib, sehingga sikap seorang muslim adalah menerima dan membenarkannya.
Tidak kita memperbincangkan (apa kenyataan sesungguhnya) di balik itu. Karena sikap tersebut lebih menyelematkan agama seseorang dan lebih bagus akibatnya.
Oleh karena itu, ketika Abdullah bin Imam Ahmad berkata kepada bapaknya, “Sesungguh orang kerasukan (jin) pada bulan Ramadan (maksudnya mengapa sampai terjadi padahal katanya syaitan dibelenggu)”. Imam Ahmad berkata, “Begitulah hadits ini dan jangan membicarakan (lebih dalam masalah) ini.”
Tampaknya, yang dimaksud ‘dibelenggu’ adalah dibelenggunya setan dari upaya menyesatkan manusia, dengan dalil banyaknya kebaikan dan orang yang bertaubat kepada Allah Ta’ala di bulan Ramadhan. (Majmu’ Fatawa, hal. 20)
Kesimpulannya, (makna) setan dibelenggu adalah bersifat hakiki (nyata), Allah yang lebih mengetahui tentang hal tersebut.
Dan hal itu tidak harus berarti bahwa kejelekan dan kemaksiatan tidak terjadi di antara manusia.
Wallahu a’lam bishshawab.
Artikel ini merupakan alih bahasa yang diambil dari situ : islamqa
Editor : Akhukum Fillah