Pengantar
Tidak diragukan lagi bahwa Ramadhan adalah momen untuk memperbanyak ibadah amal shalih dan meningkatkan kualitasnya. Ibarat dalam sebuah perlombaan, setiap peserta pasti akan mempersiapkan dengan matang segala apa saja yang perlu dipersiapkan, serta memberikan penampilannya yang terbaik, bahkan bila diibaratkan dalam perlombaan lari maraton, setiap pelari akan mencurahkan kemampuannya semaksimal mungkin untuk sampai pada garis finish di urutan terdepan. Begitu pula pada bulan Ramadhan, semua kaum muslimin di dunia mempertaruhkan segalanya kemampuan yang dimiliki untuk meraih keutamaan pahala di bulan ini, hingga tiada hari yang terlewatkan di bulan Ramadhan, kecuali pasti memanfaatkan peluang tersebut.
Sedekah di bulan Ramadhan merupakan perkara yang amat agung dan sangat ditekankan dan juga memiliki keunggulan di bandingan dengan amalan-amalan yang lain. Yang demikian itu lantaran bertepatan dengan waktu yang mulia dan dilipatkannya pahala setiap orang yang beramal di bulan tersebut.
Selayaknya kita patut mengetahui motivasi dan alasan apakah yang menjadikan kaum muslimin dan para salaf terdahulu semangat sekali berlomba-lomba memperbanyak kuantitas dan meningkatkan kualitas dalam hal ibadah, dengan harapan bisa mengambil pelajaran berharga yang kemudian bisa tergerak mengikuti jejaknya orang-orang shalih ummat ini. Maka dalam makalah ini penulis akan menyajikan beberapa motivasi mengapa harus bersedekah di bulan Ramadhan.
Sedekah Melipatgandakan Pahala Puasa Ramadhan
Di sisi lain, sedekah juga merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan orang puasa yang sedang menjalankan ketaan kepada Rabb-nya. Sehingga orang yang memberikan bantuan tersebut layak mendapatkan pahala setara dengan orang yang dibantu. Demikian-lah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkannya dalam sebuah hadits :
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Siapa yang memberi makan berbuka kepada orang yang sedang berpuasa, maka dia akan mendapatkan pahala orang tersebut tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut sedikitpun juga.” (HR. At-Timidzi, no. 807)
Allah subhanahu wata’ala maha Pemurah kepada para hamba-Nya dengan memberikan rahmat dan ampunan di bulan tersebut. Sehingga barangsiapa yang telah bermurah hati kepada para hamba Allah, maka Allah akan membalasnya dengan karunia dan keutamaan, karena nilai dari sebuah imbalan itu setara dengan amalnya.
Sedekah di Bulan Ramadhan Melatih Diri Untuk Berbagi
Sedekah di bulan Ramadhan termasuk kesempatan yang paling mudah dan potensial untuk bisa diraih, dikarenakan alokasi waktu yang tepat untuk memenuhi hajat orang yang berpuasa, juga merupakan bentuk tarbiyah nafsiyah (pendidikan pribadi) untuk melatih kita menjadi orang yang banyak berderma sekaligus membuktikan ketulusan keimanan sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dalam sebuah hadits:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ ، وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُوْنُ فِيْ رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ ، وَكَانَ يَلْقَاهُ فِيْ كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ ، فَرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيْح الْمُرْسَلَةِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan saat beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam untuk mengajarkan Al Qur’an. Dan kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi angin yang berhembus. (HR. Bukhari, no.6)
Keteladanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini memberikan pengaruh besar pada hubungan sosial kemasyarakatan. Hikmah yang bisa diambil dari perbuatan beliau adalah bahwa dengan demikian itu berarti telah mendidikan umat dalam merugulasi perekonomian umat agar harta kepemilikan tidak hanya berotasi di kalangan orang-orang kaya saja, tetapi juga bisa dimanfaatkan oleh orang-orang yang membutuhkan dari kalangan fakir dan miskin, sehingga dengan demikian akan memenimalisir kesenjangan sosial di masyarakat.
Tak ayal lagi bahwa membiasakan berderma di bulan suci ini adalah salah satu upaya untuk menumbuhkan dan memupuk rasa peduli terhadap sesama sekaligus menghilangkan sifat kikir dalam pribadi muslim, sebab sifat kikirlah yang menjadi biangkerok timbulnya kekacauan dan terputusnya hubungan kerabat yang harus diwaspadai sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِيَّاكُمْ وَالشُّحَّ، فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ: أَمَرَهُمْ بِالْقَطِيعَةِ فَقَطَعُوا، وَأَمَرَهُمْ بِالْبُخْلِ فَبَخِلُوا، وَأَمَرَهُمْ بِالْفُجُورِ فَفَجَرُوا
“Waspadalah dengan sifat ‘syuh’ (tamak lagi pelit) karena sifat ‘syuh’ yang membinasakan orang-orang sebelum kalian. Sifat itu memerintahkan mereka untuk bersifat bakhil (pelit), maka mereka pun bersifat bakhil. Sifat itu memerintahkan mereka untuk memutuskan hubungan kekerabatan, maka mereka pun memutuskan hubungan kekerabatan. Dan Sifat itu memerintahkan mereka berbuat dosa, maka mereka pun berbuat dosa” (HR. Ahmad 2/195. Dikatakan Shahih oleh Syaikh Al Arnauth)
Memperkuat Iman Sekaligus Menghapus Dosa
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa orang yang bersedekah di bulan Ramadhan berarti telah menggabungkan amalan puasa Ramadhan-nya dengan amalan sedekah. Yaitu keutamaan yang ia dapat dari amalan ibadah puasa yaitu sebagai perisai dan keutamaan yang ia dapat dari bersedekah, yaitu dengan diampuninya dosa. Hal itu karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkannya secara terperinci dalam sebuah hadits :
الصَّوْمُ جُنَّةٌ، وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيْئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ
Puasa adalah benteng, Sodaqoh akan menghapus kesalahan sebagaimana air mematikan api (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Betapa besar makna pelaksanaan puasa bagi kaum muslimin, bukan hanya berniali ritual ibadah, tapi juga menjaga diri dari bahaya lahir maupun batin, dunia maupun akhirat. Al-Zarqani (w.1133H), berkomentar.
اَلصِّيَامُ جُنَّةٌ بِضَمِّ الْجِيْمِ وَشَدِّ النُّوْنِ أَيْ وِقَايَةٌ وَسَتْرَةٌ قِيْلَ مِنَ الْمَعَاصِيْ لِأَنَّهُ يُكَسِّرُ الشَّهْوَةَ وَيُضَعِّفُهَا وَلِذَا قِيْلَ إِنَّهُ لِجَامُ الْمُتَّقِيْنَ وَجُنَّةُ الْمُحَارِبِيْنَ وَرِيَاضَةُ الْأَبْرَارِ وَالْمُقَرَّبِيْنَ وَقِيْلَ جُنَّةٌ مِنَ النَّارِ
Maksud dari puasa sebagai perisai adalah sebagai pejagaan diri dan tabir dari perbuatan maksiat karena dapat mengekang syahwat dan meluluhkannya. Oleh karena itu puasa berperan sebagai pengendali bagi orang-orang bertakwa, tameng bagi para pasukan, latihannya orang-orang baik dan yang mendekatkan diri pada Allah, serta menjadi penghalang dari api neraka. (Syarh al-Zarqani, 2/262)
Sedekah Merupakan Bukti Keimanan dan Ketakwaan Seorang Muslim
Di antara kalangan para muhsinin yang mendapatkan kecintaan Allah adalah mereka yang membuktikan ketakwaan mereka kepada Allah dengan menginfakkan sebagian harta mereka baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Argumen ini berangkat dari firman Allah yang berbunyi :
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Ali Imran : 134)
Sebelum ayat di atas, Allah subhanahu wa ta’ala terlebih dahulu memulainya dengan perintah untuk bersegera beramal amalan yang bisa mendatangkan ampunan dan jannah yang dijanjikan bagi orang-orang yang bertakwa kepada-Nya. Dalam hal ini, seseorang akan diuji sejauh mana nilai ketakwaannya. Inilah mengapa Allah menyebutkan ciri orang bertakwa itu teruji saat dia dikarunia nikmat harta yang lebih maupun saat diuji dengan kekurangan harta, tidak lain hikmah semua itu adalah untuk membuktikan kualitas ketakwaan.
Seseorang ketika menerima perintah-perintah ilahi yang sejalan dengan naluri nafsu tidak menjadikan ketaatannya kepada perintah ilahi sebagai bukti keimanannya. Akan tetapi jika yang demikian itu justru berlawanan dengan naluri nafsunya, maka saat itulah terbukti keimanannya. Sebagaimana dalam perintah untuk bersedekah, seorang hamba terbukti keimananna mana kala ia lulus dari tahapan bisa menjalankan perintah bersedekah di masa-masa sulit.
Menjalankan perintah puasa dibarengi dengan perintah untuk bersedekah adalah masa-masa sulit dalam menjalankan ketaan. Pasalnya, ketika seseorang yang berpuasa menghajatkan kebutuhan finansialnya terhadap pangan dan lain sebagainya, ia harus merelakan sebagian hajatnya untuk kepentingan orang lain. Secara tabi’at nafsu bisa dibilang tidak ketercukupan, namun dengan memberilah menjadi bukti bahwa hajatnya saat itu sudah dirasa cukup karena bisa disisakan untuk yang lain selama ia mensyukuri apa yang ada bukan karena adanya apa.
Sedekah Adalah Memberikan Hak Orang Lain dan Merupakan Jalan Mempermudah Rizki
Sudah seharusnya orang beriman mengakui bahwa sedekah itu tidak mengurangi harta sedikit pun. Termasuk apa yang Allah titipkan kepada kita ada hak orang lain pada harta yang kita miliki. Justru dengan bersedekah-lah Allah akan mengangkat derajatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زادَ اللهُ عَبْداً بعَفْوٍ إِلاَّ عِزّاً
Tidaklah sedekah itu mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya,) kecuali kemuliaan (di dunia dan akhirat). (HR. Muslim, no. 2588)
Berkurangnya harta yang dikeluarkan di jalan Allah sebenarnya tidak mengurangi jumlah dari semua harta yang dimiliki. Karena rizki itu sudah dijatah sesuai dengan bagiannya masing-masing, dan apa yang disedekahkan adalah bagian dari pensucian harta yang sekaligus menjadi hak bagi orang lain. Sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَفِىٓ أَمْوَٰلِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّآئِلِ وَٱلْمَحْرُومِ
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (QS. Adz-Dzariyat :19)
Dengan keikhlasan dan mengharap ridha Allah lah, niscaya Allah akan menggantikannya dengan yang lebih baik. Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadist Qudsi :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّه عَنْه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ اللَّهُ أَنْفِقْ يَا ابْنَ آدَمَ أُنْفِقْ عَلَيْكَ
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersbada, Allah ta’al berfirman, “Berinfaklah wahai anak cucu Adam, niscaya engkau akan mendapatkan ganti (yang lebih baik). (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah memberitahukann kita bahwa dengan bersedekah di jalan-Nya, itu akan menambah kekayaan rizki kita. Walaupun ada benarnya menabung pangkal kaya, tapi dalam literatur Islam diajarkan bahwa kekayaan itu tidak dihitung dari jumlah harta yang dimiliki, tetapi dihitung dari seberapa besar kita bisa berbagi. Karena kekayaan itu sejatinya bukan kaya harta, tetapi lebih kepada kaya hati yang selalu ringan untuk berbagi.
Sedekah Pemberi Syafa’at di Akhirat
Sedekah merupakan salah satu investasi terbesar bagi umat Islam. Manfaatnya tidak hanya didapat di dunia, akan tetapi juga akan menjadi syafaat bagi pelakunya. Inilah yang diharap semua ummat manusia, karena tidak ada yang bisa menjamin mendapatkan pertolongan ketika kita dikumpulkan di padang masyhar dalam keadaan yang sangat panas tanpa ada naungan kecuali amal shalih dan rahmat Allah yang sangat luas buat hamba-hamba pilihan-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ امْرِئٍ فِي ظِلِّ صَدَقَتِهِ حَتَّى يُفْصَلَ بَيْنَ النَّاسِ
“Setiap orang akan berada di bawah naungan sedekahnya hingga urusannya diputuskan antara manusia.” (HR Ahmad: 16882, dinilai shahih oleh Syaikh Al Bani dalam shahih al jaami’)
Ibnu Rajab memberikan penjelasanny terkait hadits tersebut dengan mengatakan bahwa, “Telah ada riwayat yang valid dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bahwa orang yang menangguhkan piutang orang yang sulit, atau bahkan membebaskannya, Allah akan menaunginya di bawah naungan-Nya pada hari tidak ada naungan kecuali naungan Allah.” (HR Muslim dari sahabat Abul Yusr al Anshari dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Imam Ahmad dan Tirmidzi, ia menshahihkannya meriwayatkan dari hadis Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Barangsiapa yang menangguhkan utang orang yang berutang kepadanya, atau menghapusnya, ia akan berada dibawah naungan ‘Arasy pada hari kiamat.” Ini menunjukkan bawah yang dimaksud dengan naungan Allah adalah naungan ‘Arasy-Nya. (Fathul Baari: 4/63)
Sedekah Membebaskan Tanggungan di Akhirat
Aspek sosial yang tidak terlewatkan dalam ajaran Islam adalah memberikan perhatian kepada siapa saja dari saudara muslim yang terkena musibah. Yaitu dengan memberikan santunan serta melunasi tanggungan beban hutang si mayyit. Syari’at memberikan peluang bagi para muhsinin untuk bisa berpartisipasi dalam kesejahteraan ummat serta memberikan balasan yang layak kelak di akhirat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ فَكَّ رِهَانَ مَيِّتٍ فَكَّ اللَّهُ رِهَانَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa yang membebaskan tanggungan orang yang sudah meninggal, maka Allah akan membebaskan tanggungannya di hari kiamat kelak” (HR. Al-Bukhari dan Al-Baihaqi).
Inilah keutamaan bagi siapa saja yang mampu menjamin tanggungan keluarga yang terkena musibah, pasti Allah mudahkan segala urasan dan tanggungannya kelak di akhirat. Kerena selagi di dunia semua harta kepemilikan yang disedekahkan akan bernilai dan memperberat timbangan amal, di mana ketika di akhirat kelak semua harta tersebut tidak akan memberi manfaat kecuali yang digunakan di jalan Allah.
Semoga dengan hadirnya momen Ramadhan menjadikan setiap muslim lebih bersemangat dan maksimal dalam menjalankan ketaan dan amal shalih sebanyak-banyaknya. Karena seorang hamba yang cerdik adalah orang yang tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini sedikitpun, kecuali apa yang dikerjakan berorientasi mencapai ridha Allah subhanahu wa ta’ala. Wallahu A’lam bis Shawab.
Oleh : Qolam El-Fikr