Yahya bin Abi Katsir Rahimahullah berkata :
لَا يُسْتَطَاعُ الْعِلْمُ بِرَاحَةِ الْجِسْمِ
“Ilmu tidak diraih dengan santainya anggota badan”
Derajat ilmu adalah setara dengan warisan para Nabi. Sebagaimana sabda Rosulullah :
وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِرْهَمًا وَلَا دِيْنَارًا وَإِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Dan sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi, dan sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dirham dan tidak pula dinar, akan tetapi mereka mewariskan ilmu, maka barangsiapa mengambil warisan tersebut, maka sungguh ia telah mengambil bagian yang banyak”. (HR. Abu Dawud)
Ilmu yang akan menjaga kita. Ilmu yang akan mengahantarkan kita kepada derajat yang mulia. Ilmu yang menjadikan kita tahu mana yang haq mana yang bathil. Ilmu yang menjadikan kita mengenal Allah, bagaimana tata cara beribadah kepada-Nya. Ilmu yang menjadikan kita tahu apa tujuan kita dicipta Allah di muka bumi ini.
Maka sudah sepantasnya jika diri kita bermujahadah atau bersungguh sungguh dalam menuntutnya. Karena ilmu menjamin kebahagiaan dunia dan akhirat.
Perkatataan ulama di atas memotifasi kita untuk bersungguh sungguh dalam menuntut ilmu bukan dengan bersantai ria. Kita harus berpeluh-peluh dan bercapek-capek dalam menuntutnya. Mengecap pahit getirnya untuk menikmati manisnya. Sejak dari buaian hingga masuk ke liang lahat.
Coba kita lihat para salaf hanya untuk mendapatkan satu hadits atau satu ayat mereka rela melakukan perjalankan berkilo-kilo meter bahkan beberapa hari, subhanallah.
Maka hendaknya kita memperhatikan setiap waktu yang berlalu dalam hidup. Ada amal dan ilmu apa yang kita dapatkan. Jangan sampai waktu berlalu tanpa ada tambahan ilmu dan amal sholih. Hendakknya kita menyibukkan diri kita dengan amal ibadah, membaca kitab, memahami, menelaah, dan meringkasnya. Ali bin Abi Tholib Radhiyallahu ‘anhu berkata :
بِقَدْرِ الْكَدِّ تُكْتَسَبُ الْمَعَالِي … وَ مَنْ طَلَبَ الْعُلَا سَهِرَ اللَّيَالِي
“Sesuai dengan kadar kesungguhan akan didapatkan kemuliaan. Dan barangsiapa menginginkan kemuliaan, maka ia akan begadang pada malam-malam hari”.
Bahkan para salaf meskipun mereka dalam kondisi sakit mereka tidak terlepas dari mutholaah kitab. Mereka meletakkan kitab di sampingnya. Jika ada kesemangatan yang ia rasakan, ia akan segera membaca. Dan jika terlalu payah mereka akan meletakkannya. Bahkan ada juga yang rela menjual apa yang miliki untuk mmebeli kitab agar ia bisa menelaahnya.
Tetapi berbeda dengan anak zaman sekarang. Begitu rendah himmah (kesemangatan) mereka dalam thalabul ilmi ini, hal itu disebabkan karena dangkalnya pemahaman dan kesadaran mereka bahwa ilmu ini lebih berharga dibandingkan harta. Mudah-mudahan perkataan Yahya bin Abi Katsir Rahimahullah ini bisa memotifasi kita dalam menuntut ilmu. Aamiin.