Al Hafidz Ibnu Rojab Rahimahullah berkata :
إِنَّ الإِنْسَانَ يَزْرَعُ بِقَوْلِهِ وَعَمَلِهِ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ يَحْصُدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَا زَرَعَ ، فَمَنْ زَرَعَ خَيْرًا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ حَصَدَ الْكَرَامَةَ وَمَنْ زَرَعَ شَرًّا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ حَصَدَ النَّدَامَةَ
“Seseorang itu menanam kebaikan dan keburukan dengan perkataan dan perbuatannya, dan kelak pada hari kiamat ia akan memanen apa yang telah ditanam. Maka barangsiapa menanam kebaikan dengan perkataan dan perbuatannya, ia akan memanen kemuliaan, dan barangsiapa menanam keburukan dengan perkataan dan perbuatannya, ia akan memanen penyesalan”
(Ghidzaul Albab Syarhu mandhumatil Aadab, Muhammad bin Ahmad bin Salim Assifaarini Al Hanbali, I/51)
Dunia adalah ladang tempat bercocok tanam. Sedangkan akhirat adalah tempat untuk memanen apa yang telah kita tanam di dunia. Banyak para ulama yang mengatakan bahwa “Ad Dunya Daarul ‘amal, wa laisatid dunya daaral jaza’. Wal aakhiroh daarul jazaa’, wa laisatil aakhiroh daarol ‘amal” (Dunia adalah tempat untuk beramal dan bukan tempat menerima balasan amal. Sedangkan akhirat adalah tempatnya menerima balasan, bukan tempatnya beramal).
Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Allah dalam QS. Al Zalzalah : 7-8 yang artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahn pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula. Juga dalam QS. Al Baqarah : 110 yang artinya : “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan”.
Kedua ayat di atas cukup untuk menjadikan kita senantiasa sadar bahwa dunia ini tempat bercocok tanam, sedangkan akhirat adalah tempat memanen apa yang telah kita tanam. Sehingga mampu memotifasi dan memberikan dorongan semangat dan kekuatan yang hebat untuk semangat beramal kebaikan, menanam kebaikan sebanyak mungkin, kita rawat dari hama riya’ dan sum’ah yang bisa menyebabkan gagal panen. Mendorong kita untuk senantiasa mengharap balasan amal di akhirat kelak tak terkurangi sedikitpun. Mampu menumbuhkan keikhlasan bahwa amal sholih itu tak selalunya harus dibayar kontan di dunia. Jika seorang muslim yang beramal sholih atau kebaikan harus dibayar kontan di dunia, maka apa yang akan ia panen kelak di akhirat. Tentunya ia akan menggigit jari penyesalan tak menyisakan panen sedikit pun.
Lalu dengan apa kita menanam kebaikan?? Perkataan Ibnu Rajab Rahimahullah di atas memberikan satu pencerahan kepada kita bahwa manusia itu menamam kebaikan maupun keburukan dengan lisan dan perbuatannya. Maka hendaklah kita berhati-hati dengan lisan dan perbuatan kita. Jangan sampai salah penggunaannya. Dengan senantiasa memohon kepada Allah untuk membimbing lisan dan perbuatan kita agar senantiasa bisa kita gunakan untuk menanam kebaikan di mana saja dan kapan saja. Karena betapa banyak manusia yang kurang berhati—hati dalam menggunakannya sehingga lisan dan perbuatannya banyak menanam keburukan. Na’udzubillah. Maka wahai saudara-saudariku seiman, tanamlah kebaikan, niscaya kau akan panen kemuliaan, janganlah kau tanam keburukan karena sungguh engkau akan memanen penyesalan. Wallahu a’lam.