Merupakan langkah yang bijak dan cerdas bila seorang muslim ingin melakukan perbaikan diri dengan terlebih dahulu melakukan muhasabah atas perbuatan baik dan buruk yang telah ia kerjakan. Allah swt berfirman
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Alla. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Hasyr: 18)
Ayat ini mengisyaratkan pentingnya memperhatikan apa yang sudah kita perbuat untuk kehidupan hari esok (akhirat). Artinya apa yang kita lakukan di dunia ini semata-mata bukan untuk kepentingan sesaat, tetapi harus berorientasi pada kehidupan yang abadi. Karena pada hakekatnya manusia diciptakan oleh Allah untuk sebuah kekekalan (akhirat) bukan untuk kesementaraan (dunia). Dan adapun dunia tempat kita hari ini, hanyalah persinggahan sebentar dalam perjalanan panjang menuju keabadian.
Oleh karena itu hendaklah kita selalu mengadakan perhitungan untung rugi dari apa yang kita kerjakan. Sebab setiap gerak dari kehidupan kita tak satupun yang luput dari penglihatan Allah swt. Beruntunglah orang yang telah menorehkan tinta kebaikan dan orang-orang yang sesudahnya mengikuti jejak kebaikanya. Ia bukan hanya mendapatkan tambahan pahala tetapi namanya tetap harum betapapun waktu telah berganti masa. Dan merugilah orang yang meninggalkan jejak keburukan, karena ia bukan saja tidak mendapat tempat di hati manusia, tetapi juga tidak mendapat kebahagiaan di akheratnya. Rasulullah saw bersabda:
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ الأماني
“Orang yang cerdas (berakal) adalah orang yang menghisab dirinya dan beramal untuk akherat. Dan orang yang lemah adalah orang yang mendukkan dirinya kepada hawa nafsunya dan angan-angan kepada Allah.” (HR. Tirmidzi)
Umar bin Al Khaththab mengatakan dalam kata hikmahnya yang terkenal;
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا, وَزِنُوْا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُوْزَنُوْا, فَإِنَّهُ أَهْوَنُ عَلَيْكُمْ فِي الْحِسَابِ غَدًا أَنْ تُحَاسَبُوْا أَنْفُسَكُم الْيَوْمَ, وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الْأَكْبَرِ وَ يَوْمَئِذٍ تُعْرَضُوْنَ لاَ يَخْفَي مِنْكُمْ خَافِيِةٌ
“Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab dan timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang, karena dengan menghisab diri kalian hari ini akan memudahkan hisab di hari esok. Berhiaslah kalian (dengan amal sholeh) untuk menghadapi pertemuan besar (hari kiamat). Pada hari itu perbuatan kalian akan ditampilkan dan tidak ada yang tersembunyi sedikitpun.” (HR. Imam Ahmad)
Hal ini dipertegas oleh Ibnu Qoyyim ra dengan perkataanya, “Yang paling berbahaya bagi seorang hamba adalah bila tidak melakukan muhasabah atau meremehkan suatu masalah. Sikap seperti itu membawa kepada kebinasaan dan itulah kondisi orang-orang yang tertipu. Mereka menutup mata dan merehkan hasil akhir dan lebih mengandalkan ampunan. Sehingga ia tidak melakukan muhasabah terhadap dirinya dan merenungkan hasil ahirnya. Jaka hal itu ia lakukan maka akan mudah baginya terjerumus ke dalam kubangan dosa, lalu ia menikmati dosa-dosa itu dan sulit menghindarinya.” (Ighasatu Lahfan, 1/76 dan 138)
Macam-Macam Muhasabah
Muhasabah itu terbagi dalam beberapa jenis;
Pertama: Muhasabah sebelum beramal yaitu sebelum beramal hendaknya kita bermuhasabah, apakah amal yang akan kita kerjakan sudah benar-benar diniatkan karena Allah semata, atau ada niat lain? Seandainya sudah ikhlas, maka apakah sudah sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw sallam atau tidak?
Kedua: Muhasabah pada saat beramal yaitu ketika sedang beramal, hendaknya kita terus berusaha agar amal kita tetap berada pada jalur yang telah digariskan Allah, jangan sampai lengah dan keluar dari jalur. Jika kita sedang sholat umpamanya, hendaknya tetap berusaha agar sholat kita tetap khusyu’ dan diniatkan hanya karena Allah hingga akhir sholat. Jangan sampai di tengah-tengah sholat muncul hal-hal yang mengganggu kekhusu’an dan keikhlasan kita.
Ketiga: Muhasabah setelah beramal yaitu setelah melakukan suatu amal, hendaknya seseorang melakukan muhasabah kembali, apakah amalnya sudah bermanfaat bagi orang lain atau belum, jika sudah bermanfaat, sejauh mana manfaat tersebut, sedikit atau banyak, jika masih sedikit hendaknya ditingkatkan kembali. Melihat amal perbuatan yang dikerjakannya belum sempurna, maka hendaknya disempurnakan kembali di masa mendatang.
Keutamaan Muhasabah
Dengan gemar,rutin dan terus-menerus melakukan Muhasabah diri maka kita akan memperoleh banyak manfaat atau keuntungan, di antaranya:
Pertama, mendorong diri sendiri semakin antusias dan konsisten melakukan amal-amal sholeh, sehinga lahir kesadaran dan harapan kepada Allah hingga lahir kekhusyuk’an dalam setiap ibadah.
Kedua, tidak akan pernah lupa apalagi memandang salah karunia dan nikmat-nikat Allah yang telah dianugerahkan. Dengan kata lain akan memantik rasa syukur yang mendalam atas segala karunia Allah Ta’ala.
Ketiga, akan terhindar dari melakukan ghibah, fitnah dan namimah yang akan berakibat pada hangusnya pahala dari amalan sholeh yang disusun selama hidup. Sebab, orang yang bicaranya buruk adalah orang yang pasti tidak pernah me-muhasabah dirinya sendiri, sehingga berlaku kata pepatah: “Semut di seberang jauh kelihatan sedangkan gajah di depan mata tidak terlihat.”
Dengan demikian merugilah yang menghabiskan umurnya tanpa muhasabah, sehingga keras hatinya dan buruk perangainya. Padahal, hanya dengan muhasabah semata, iman akan terpelihara dan takwa menjadi nyata. Wallahu A’lam Bishawwab.
Oleh : Ustadz Ahsanul Huda