Kemegahan Pondok Pesantren Islam Darusy Syahadah dari sisi bangunan fisik insyaAllah dibarengi dengan perkembangan spiritual untuk menguatkan ruh, adab untuk memperindah perilaku kepada sesama, dan ilmu untuk bekal dalam beramal.
Ketiga hal ini mutlak diperlukan, bagi siapapun, baik mu’allim (kyai, ustadz, guru, pengajar, pendidik dlsb), maupun thalibul ilmi (santri).
Keniscayaan tiga hal di atas dalam pribadi seorang ustadz maupun santri ini bisa kita pelajari dari Khadhir Alaihis salam.
Khadhir yang dipilih Allah untuk menjadi guru bagi Nabi-Nya, Musa Kalimullah, Alaihissalam memiliki ketiga sifat di atas. Ketiga sifat tersebut dalam surat Al-Kahfi ayat 65,
فَوَجَدَا عَبْدًا مِّنْ عِبَادِنَآ اٰتَيْنٰهُ رَحْمَةً مِّنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنٰهُ مِنْ لَّدُنَّا عِلْمًا
“Lalu mereka berdua bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan rahmat kepadanya dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan ilmu kepadanya dari sisi Kami.” (QS. Al-Kahf: 65)
Kata عبدا من عبادنا mengindikasikan bahwa seorang guru -dan juga santri, haruslah menjadi abdi, budak dan hamba yang sebenar-benarnya bagi Allah Ta’ala. Ia senantiasa menjalin hubungan yang intens, harmonis dan berkesinambungan dengan-Nya sepanjang hayat. Agar kelak setelah berpulang kepada-Nya, kita disambut hangat sehangat sambutan kepada orang yang pulang ke kampung halamannya, insyaAllah.
Kata ءاتيناه رحمة من عندنا menunjukkan tentang sifat rahmat, yang ini bisa dimaknai dengan akhlak atau adab. Di mana semakin tinggi kualitas hubungan seorang hamba kepada Allah, maka seharusnya ia menjadi orang yang paling penyayang kepada sesama. Ia akan menyebarkan sifat rahmat (akhlak dan adab yang mulia) kepada seluruh makhluk-Nya.
Disebutkannya sifat rahmat daripada ilmu menunjukkan bahwa akhlak atau adab itu lebih didahulukan daripada ilmu.
Dan kata وعلمناه من لدنا علما mengandung faidah bahwa bekal yang seharusnya dimiliki oleh seorang guru -dan juga penuntut ilmu adalah hendaknya ia berilmu luas. Ia senantiasa mengupgrade ilmunya sepanjang waktu, tak pernah berhenti untuk senantiasa belajar, tak pernah jemu untuk membaca buku-buku para ulama, tak pernah bosan -apalagi malu- untuk menghadiri majlis-majlis ilmu.
Kiranya tiga hal ini pun diupayakan oleh para asatidz dan pengurus di Pondok Pesantren Islam Darusy Syahadah ini; setidaknya, hal ini dibuktikan dari tiga point berikut;
Dari sisi ibadah, terlihat dari aktifitas pagi ini. Para asatidz dan segenap santri melingkar membuat halaqah Al-Qur’an. Mereka membaca, menyimak bacaan dan setoran hafalan. MasyaAllah.
Dari sisi akhlak, para santri terlihat sangat ta’zhim kepada para asatidz, bahkan kepada para alumni yang belum mereka kenal. Mereka mengucap salam, berjabat tangan dan terkadang mencium tangan sebagai bentuk ta’zhim. Allahu Akbar!
Dari sisi ilmu, pondok ini diajar oleh para akademisi yang kapabel, insyaAllah. Sebagian mereka adalah alumni perguruan tinggi di Indonesia dan luar negeri. Dan, upgrading asatidzah pada acara kajian Al-Muhtashar Al-Lathif dari hari Ahad-Selasa (10-12/10) menjadi bukti bahwa pondok ini senantiasa meningkatkan kualitas keilmuan, baik bagi para guru, apalagi kepada para santri. Alhamdulillah tsumma alhamdulillah.
Maka, betapa bangganya saya dengan pondok yang dahulu saya pernah mereguk ilmu di sini; menyadari kehambaan kepada Allah, mengasah kemuliaan akhlak dan juga memperkuat imun diri dengan ilmu yang bermanfaat.
Bagi antum yang memiliki anak, kerabat ataupun tetangga yang ingin sekolah di pondok yang memperhatikan ibadah, akhlak dan juga ilmunya, maka ponpes Darusy Syahadah bisa menjadi solusinya.
Akhukum Fillah, Ibnu abdil Bari, penulis buku Tadabbur Bacaan Shalat, alumni DS Angkatan 7.