Transaksi Online Di Masjid
Pertanyaan:
Bolehkah kita melakukan transaksi online lewat gadget di Masjid?
Jawaban:
Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam beserta keluarga dan para sahabatnya.
Kegiatan jual beli termasuk mata pencaharian yang halal bahkan diberkahi sebagaimana Dalam hadits disebutkan dari Rifa’ah bin Rafi’ a bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa salamditanya:
سُئِلَ أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ ؟ قَالَ : عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ ، وَكُلٌّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ
“Apakah pekerjaan yang paling afdhal (utama)?” Beliau menjawab, “Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri (hasil jerih payah sendiri), dan setiap jual beli yang mabrur.” (Hadits riwayat al-Bazzar dan dishahihkan oleh al-Hakim).
Meskipun demikian, hendaknya tetap memperhatikan kaidah dan rambu-rambu yang telah ditetapkan syariat, salah satunya adalah larangan transaksi jual-beli di dalam Masjid.
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda
إِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَبِيعُ أَوْ يَبْتَاعُ فِي الْمَسْجِدِ فَقُولُوا لَا أَرْبَحَ اللَّهُ تِجَارَتَكَ وَإِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَنْشُدُ فِيهِ ضَالَّةً فَقُولُوا لَا رَدَّ اللَّهُ عَلَيْكَ
“Apabila kalian melihat seseorang yang berjual beli di Masjid, maka katakanlah, ‘Semoga Allah tidak memberikan keuntungan pada transaksimu.’
Apabila kamu melihat orang yang mengumumkan barang hilang di masjid maka katakanlah, ‘Semoga Allah tidak mengembalikan barangmu yang hilang.’” (HR. at-Tirmidzi no. 1321)
Masjid adalah pasar akhirat yang selamanya tempat ini tidak boleh digunakan sebagai pasar dunia.
Dahulu Atha’ bin Yasar bila menjumpai orang yang hendak berjualan di dalam Masjid, beliau menghardiknya dengan berkata, “Hendaknya engkau pergi ke pasar dunia, sedangkan ini adalah pasar akhirat.”
Selain tentu saja bahwa jual beli merupakan salah satu faktor terbesar yang melalaikan seseorang dari mengingat Allah. Allah Ta’ala berfirman
رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ
“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut pada hari (pembalasan) yang (pada saat itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.” (QS. An-Nuur: 37)
Lajnah Daimah Arab Saudi memfatwakan dalam fatwa nomor 11967, “Tidak boleh melakukan transaksi jual beli dan mempromosikan barang dagangan di ruangan yang dikhususkan untuk shalat jika ruangan tersebut termasuk bagian Masjid.”
Tentang ruangan lain yang tidak dikhususkan sebagai tempat shalat, rinciannya sebagai berikut.
“Jika berada di dalam pagar Masjid maka statusnya sama dengan Masjid dan hukum transaksi jual beli di sana sama dengan hukum transaksi jual beli di ruang shalat.
Adapun jika dia berada di luar pagar Masjid sekalipun pintunya menempel pada pagar Masjid maka statusnya bukanlah Masjid.
Sebab, rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam yang dihuni Aisyah radhiyallahu `anha pintunya berada di dalam Masjid dan tidak dihukumi sebagai Masjid.”
Keadaan yang masih dibolehkan di dalam Masjid adalah akad selain jual beli seperti melunasi utang, akad nikah, dan menjaminkan barang.
Akad-akad semacam itu tidak disebut jual beli.
Adapun jual beli jasa (sewa menyewa) di dalam Masjid, misalnya kontrak atau sewa rumah tetap tidak diperbolehkan.
Terkait dengan pertanyaan penanya, bagaimana jika jual beli itu dilakukan hanya via online alias hanya melalui dunia maya?
Jawabannya tetap dilarang.
Jual beli di masjid baik online maupun offline, menghadirkan barang maupun tidak sama-sama dilarang. Sebab yang menjadi patokan adalah akad transaksinya bukan melihat barangnya ada atau tidak.
Dalam Syarh al-Yaqut an-Nafis karya Muhammad bin Ahmad asy-Syatiri dijelaskan,
اَلْعِبْرَة ُفِي الْعُقُوْدِ لِلْمَقَاصِدَ وَالْمَعَانِي لَا لِلْأَلْفَاظِ وَالْمَبِانِي
“Yang diperhitungkan dalam akad-akad adalah subtansinya, bukan bentuk lafalnya.”
Sehingga tidak mengapa jual beli via telpon, telegram, dan semisalnya yang kini telah menjadi alternatif utama dan dipraktikkan.
Meskipun jual beli via online yang dilakukan di Masjid itu dilarang namun jika transaksi telah terjadi, maka jual belinya tetap sah.
Seperti yang dikatakan oleh al-Mardawi dalam kitabnya al-Inshaf, bahwa jika terjadi sebuah transaksi di Masjid, maka para ulama sepakat atas sahnya transaksi jual beli tersebut.
Larangan tersebut tidak lantas menjadikan transaksi jual beli itu tidak sah, akan tetapi larangan itu menerangkan bahwa si pelaku berdosa meskipun jual belinya tetap sah.
Hal yang perlu menjadi catatan di sini bahwa larangan jual-beli di Masjid itu terkait dengan sekedar terjadinya kesepakatan akad, bukan pada masalah serah terima barang atau uang.
Sebab dinamakan akad jika sudah terjadi kesepakatan. Kami pun juga pernah menemukan sebagian orang yang salah paham dalam hal ini sehingga beranggapan bahwa yang penting pembayaran dilakukan di luar Masjid. Misalnya jual-beli pulsa, majalah islam, dan sebagainya.
Wallahu a’lam bishshawab.