Salah satu kaedah pokok dalam proses pendidikan Islam yang boleh dikatakan disepakati oleh generasi salaf adalah al-adab qabla ath-thalab, yaitu mempelajari adab sebelum belajar ilmu. Kaedah tersebut mengharuskan adanya qudwah, yaitu keteladanan yang baik dari diri para pendidik.
Sebelum diangkat menjadi seorang nabi dan rasul, Muhammad bin Abdullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam udah terkenal luas di kota Makkah sebagai orang yang berakhlak mulia. Penduduk Makkah sendiri yang memberi beliau gelar Al Amin, yaitu orang yang terpercaya. Kemuliaan akhlak tersebut menjadi modal pokok dan modal besar beliau dalam menunaikan tugas dakwah. Orang-orang yang memiliki nurani yang luhur dan pikiran yang bersih cenderung cepat dan mudah menerima dakwah beliau, hanya dengan melihat kepada kemuliaan akhlak beliau.
Inilah pernyataan ibunda Khadijah saat menenangkan ketakutan Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa sallam usai menerima wahyu di Gua Hira’:
كَلَّا أَبْشِرْ فَوَاللَّهِ لَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا فَوَاللَّهِ إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ وَتَصْدُقُ الْحَدِيثَ وَتَحْمِلُ الْكَلَّ وَتَكْسِبُ الْمَعْدُومَ وَتَقْرِي الضَّيْفَ وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ
“Sekali-kali janganlah engkau khawatir! Bergembiralah! Demi Allah, selamanya Allah tidak akan menghinakanmu. Demi Allah, sungguh selama ini engkau telah menyambung tali kekerabatan, berbicara jujur, menanggung orang yang kesusahan, memberi orang yang tidak punya apa-apa, menjamu tamu, dan membantu orang-orang yang ditimpa bencana.” (HR. Bukhari: Kitab bad’il wahyi no. 3 dan Muslim: Kitab al-iman no. 160)
Kemuliaan akhlak Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam juga ditegaskan secara langsung oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, dalam surat Al-Qalam yang terhitung dalam kelompok surat yang turun di masa awal dakwah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan sungguh engkau benar-benar berada di atas akhlak yang agung.” (QS. Al-Qalam [68]: 4)
Gambaran kemuliaan akhlak Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam tersebut sangat kontras dengan kebejatan akhlak musuh dakwah beliau, yaitu Al-Walid bin Mughirah, dan orang-orang yang sejenis dengannya. Sebagaimana difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat yang sama:
وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَهِينٍ (10) هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ (11) مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ مُعْتَدٍ أَثِيمٍ (12) عُتُلٍّ بَعْدَ ذَلِكَ زَنِيم
“Dan janganlah kamu mengikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina,
yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah,
yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa,
yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya,” (QS. Al-Qalam [68]: 10-13)
Empat orang pertama masuk Islam karena melihat kejujuran dan keshalihan Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka adalah Khadijah binti Khuwailid, Zaid bin Haritsah al-Kalbi, Ali bin Abi Thalib, dan Abu Bakar Ash-Shidiq. Empat orang kedua masuk Islam karena kemuliaan akhlak Abu Bakar Ash-Shiddiq. Mereka adalah Ustman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, dan Sa’ad bin Abi Waqash. Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri menggambarkan karakter Abu Bakar Ash-Shiddiq dengan menulis: “Ia adalah seorang laki-laki yang luwes bergaul, disukai orang, mudah, berakhlak, dan dikenal luas…” (Ar-Rahiq Al-Makhtum, hlm. 80)
Pada saat pemuda belia, Mush’ab bin Umair diutus untuk berdakwah di Madinah, dua orang pemimpin Madinah semula memusuhi dakwah beliau. Keduanya adalah Sa’ad bin Mu’adz dan Usaid bin Hudhair dari marga Bani Abdul Asyhal, suku Aus.
Saat itu Usaid bin Hudhair mendatangi Mush’ab bin Umair dengan membawa tombak dan emosi yang meledak-ledak. Namun Mush’ab bin Umair berkata kepadanya dengan sopan dan tenang: “Maukah Anda duduk dan mendengarkan? Jika Anda ridha dengan apa yang aku ucapkan, Anda bisa menerimanya. Tapi jika Anda tidak ridha, Kami akan berhenti membicarakan hal yang tidak Anda sukai.”
Sa’ad bin Mu’adz juga mendatangi Mush’ab bin Umair dengan tombak yang terhunus. Namun Mush’ab bin Umair menghadapinya dengan sikap yang sama. (Ar-Rahiq Al-Makhtum, hlm. 140)
Hasilnya? Dengan izin Allah, kehalusan tutur kata dan akhlak Mush’ab bin Umair meluluhkan kekerasan hati kedua tokoh suku Aus tersebut. Keduanya kemudian menjadi pembela-pembela Islam yang gigih. Usaid bin Hudhair gugur dalam perang Uhud, sedangkan Sa’ad bin Mu’adz gugur pasca penaklukan Yahudi Bani Quraizhah, akibat luka yang ia alami dalam perang Khandaq.
Kemuliaan akhlak para juru dakwah dalam kehidupan sehari-hari mereka adalah salah satu kunci utama keberhasilan dakwah di tengah masyarakat. Demikian pula kemuliaan akhlak para ustadz dan ustadzah dalam keseharian mereka adalah salah satu kunci utama keberhasilan pembinaan santriwan dan santriwati.
Seorang pendeta Yahudi Madinah bernama Abdullah bin Salam memeluk Islam, “hanya” karena melihat akhlak kejujuran yang terpancar dalam wajah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَلَامٍ قَالَ لَمَّا قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ انْجَفَلَ النَّاسُ إِلَيْهِ وَقِيلَ قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجِئْتُ فِي النَّاسِ لِأَنْظُرَ إِلَيْهِ فَلَمَّا اسْتَبَنْتُ وَجْهَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَرَفْتُ أَنَّ وَجْهَهُ لَيْسَ بِوَجْهِ كَذَّابٍ
Dari Abdullah bin Salam radhialllahu ‘anhu ia berkata: “Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, masyarakat berduyun-duyun menyambutnya dan diumumkan “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah datang!”. Aku ikut bersama masyarakat menyambutnya untuk bisa melihatnya langsung. Ketika aku meneliti wajah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam aku mendapatinya bukan wajah seorang pendusta.”
Lantas apa pesan pertama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam saat tiba di Madinah? Lagi-lagi tentang pentingnya kemuliaan akhlak dan keteladanan dalam hidup. Abdullah bin Salam melanjutkan ceritanya dengan mengatakan:
فَكَانَ أَوَّلَ شَيْءٍ تَكَلَّمَ بِهِ أَنْ قَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلَامَ وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ
“Hal pertama yang beliau bicarakan adalah beliau bersabda: ‘Wahai masyarakat, sebarkanlah salam, berilah makanan kepada orang kelaparan, laksanakanlah shalat malam di saat kebanyakan manusia terlelap dalam tidur, niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat.” (HR. Tirmidzi no. 2653, Ibnu Majah no. 1334, 3251, dan Ahmad no. 23784, hadits shahih)
Demikianlah, kemuliaan akhlak dalam kehidupan sehari-hari merupakan wujud dari keteladanan para tokoh besar Islam. Keteladanan adalah magnet yang mampu menarik manusia-manusia berhati nurani dan berpikiran lurus untuk senantiasa mengikuti dan mencontohnya. Wallahu a’lam bish-shawab.