Bayangan kenikmatan dunia dan akhirat pasti ada di setiap hati hamba. Persis seperti dua sisi timbangan, apabila salah satu dari keduanya lebih berat maka sisi yang lainnya akan terangkat. Demikianlah seorang hamba yang telah tertipu dengan dunianya, dia akan sibuk terhadap urusan dunia dan mengabaikan akhiratnya. Padahal kenikmatan dunia dibandingkan kenikmatan akherat hanyalah sedikit saja. Allah swt berfirman:
أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الآخِرَةِ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلا قَلِيلٌ
“Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? padahal kenikmatan hidup di dunia Ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit.” (QS. At-Taubah: 38)
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda;
وَاللَّهِ مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ وَأَشَارَ يَحْيَى بِالسَّبَّابَةِ فِي الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِعُ
“Demi Allah, tidaklah dunia dibanding akhirat melainkan seperti jari salah seorang dari kalian yang dicelup (Yahya berisayarat dengan jari telunjuk) di lautan, maka perhatikanlah seberapa yang menetes darinya.” (HR. Muslim)
Al-Hafidz Ibnu Hajar ra menjelaskan, “Dunia seperti air yang tersisa di jari ketika jari tersebut dicelup di lautan sedangkan akhirat adalah air yang masih tersisa di lautan.” Bayangkanlah, perbandingan yang amat jauh antara kenikmatan dunia dengan akhirat.
Begitulah keindahan dunia yang sesungguhnya, yang tak lain adalah kenikmatan semu belaka. Kenikmatan dunia ini betul-betul telah diselimuti oleh nafsu dan syetan dengan pernak pernik keindahan, sehingga banyak di antara manusia yang terperdaya olehnya. Saat itulah dunia akan menelikung dan menjebloskanya ke dalam belenggu nafsu syahwat yang menyeretnya menjadi budak-budak dunia. Dan pada akhirnya akan mengantarkannya kepada penyelasan abadi di dunia dan akherat. Allah swt berfirman:
وَتَرَى الظَّالِمِينَ لَمَّا رَأَوُا الْعَذَابَ يَقُولُونَ هَلْ إِلَى مَرَدٍّ مِنْ سَبِيلٍ
“Dan kamu akan melihat orang-orang yang zalim ketika mereka melihat azab berkata: “Adakah kiranya jalan untuk kembali (ke dunia)?” (QS. Asy-Syura: 44)
Dalam ayat yang lain, Allah swt juga berfirman:
وَلَوْ تَرَى إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو رُءُوسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ
“Dan (alangkah ngerinya) jika sekiranya kamu melihat mereka ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): “Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar. Maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin.” (QS. As-Sajdah: 12)
Lain halnya dengan seorang mukmin yang tahu betul tugas dan tujuan penciptaanya, ia akan senantiasa berusaha menghindarkan diri dari terpaan kilauan dunia yang setiap saat menyergap dirinya. Ia akan membiaskan pesona keindahan selimut dunia dengan merajut tirai kezuhudan yang dibalut dengan pernak pernik kesederhanaan.
Dengan zuhud ia akan menyerahkan kembali dunia yang telah ia terima kepada Dzat yang Maha Pemberi Rizki yaitu Allah swt. Kalaulah ia ingin memakai dunia yang telah ia miliki, maka ia akan memakai sekadarnya saja. Itupun tidak karena ingin memanjakan nafsunya, namun semata-mata karena untuk memenuhi perintah-Nya. Baginya rizki dari Allah bukanlah dari apa yang ia terima, akan tetapi dari apa yang ia bisa lakukan untuk memperbaiki hubungannya dengan Allah dan dari apa yang ia bisa berikan untuk kebahagiaan sesama.
Ia akan hidup jauh dari gemerlap glamourisme, dan menghindar dari gaya hidup hedonisme yang memanjakan hawa nafsu. Setiap kelebihan harta yang dimilikinya lebih suka ia simpan dikantong-kantong fakir miskin, yatim piatu, masjid, madrasah pesantren, dakwah dan lain sebagainya. Jadi, harta dan kedudukan dunia tidak membuatnya lalai dari Allah, sehingga tidak sejumputpun kebahagiaan hakiki hilang dicuri darinya. Baginya gemerlapnya dunia tak ubahnya hanya permainan dan senda gurauan belaka. Sebagaimana firman Allah Allah swt berfirman;
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَلَلدَّارُ الْآَخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?.” (QS. Al-An’am: 32)
Demikianlah, manakala sifat zuhud sudah hinggap dalam hati seorang hamba. Ia akan kesampingkan keistimewaan dunia manakala dunia melalaikan dirinya dari sang pencipta. Hamba seperti inilah yang akan mendapat kebahagian sejati sekaligus cinta yang hakiki dari pemilik Allam semesta. Sebagaimana hal ini dikisahkan dalam sebauh hadits ketika salah seorang sahabat bertanya kepada Rasul saw, siapa orang yang akan mendapat cintanya Allah dan manusia, maka Rasulullah saw menjawab dengan sabdanya;
ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبِّكَ اللَّهُ وَازْهَدْ فِيمَا عند النَّاسِ يُحِبِّكَ النَّاسُ
“Zuhudlah pada dunia, niscaya Allah akan mencintaimu dan zuhudlah terhadap apa yang ada pada manusia, niscaya manusia pun akan mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah)
Memang benar bahwa dunia tidaklah tercela secara mutlak, karena dunia bisa saja kita jadikan sebagai wasilah untuk mendapatkan ridha-Nya. Dengan harta dunia, kita bisa menunaikan ibadah haji, bisa infak, bisa sedekah, dan seabrek ibadah-ibadah lainya. Akan tetapi manakala dunia sudah melalaikan kita dari sang pencipta, maka wajib bagi kita mengesampingkanya. Demikian itu agar supaya kita tidak tertipu kedalam kenikmatan fatamorgana yang menjerumusakan kedalam neraka.
Karenannya Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan;
الدُّنْياَ دَارُ صِدْقٍ لِمَنْ صَدَقَهَا وَدَارُ نَجَاةٍ لِمَنْ فَهِمَ عَنْهَا وَدَارُغِنيً لِمَنْ تَزَوَّدَ مِنْهَا
“Dunia adalah negri yang baik bagi orang-orang yang memanfaatkan dengan baik. Dunia pun negri keselamatan bagi orang-orang yang memahaminya. Dunia juga negri ghoni (yang berkecukupan) bagi orang yang menjadikan dunia sebagai bekal akhirat.”
Ya Allah, jauhkanlah kami dari fitnah dunia. Jangan kau biarkan dunia bersemayam di lubuk hati kami. Jangan kau biarkan dunia menipu dan memperdaya kami yang membuat kami berpaling dan melupakanmu. Ya Allah, titipkanlah kepada kami dunia yang membuat kami semakin zuhud, qana’ah dan sederhana, semakin dekat dengan-Mu dan semakin bermanfaat buat sesama. Aamiin